diantara sakura yang berbunga
ada beberapa yang masih belum mekar
diantara yang belum mekar
ia merengek-ngek
agar segera dikembangkan
sebagaimana layaknya kawanannya
diujung tangkai
dia termangu menahan harap
Me and My Earth
Me and My Earth...
apakah itu sebuah rahasia???
tentu..
apakah aku boleh mengetahuinya???
bagaimana bisa kau ingin mengetahuinya/
apa rencanamu untuk menggalinya???
rencanaku??? aku ingin mencoba dan mencari tahu itulah rencanaku...
sekarag bolehkah aku mengetahui rahasia itu???
belum...
kenapa??
karena tak ada alasan bagiku untuk mengizinkannya
kenapa tidak,???
yakinkan aku sebelum aku mengizinkannya
aku hanya ingin mempelajarinya, keingintahuanku terlalu besar..
aku ingin belajar dan belajar......
apakah itu sebuah rahasia???
tentu..
apakah aku boleh mengetahuinya???
bagaimana bisa kau ingin mengetahuinya/
apa rencanamu untuk menggalinya???
rencanaku??? aku ingin mencoba dan mencari tahu itulah rencanaku...
sekarag bolehkah aku mengetahui rahasia itu???
belum...
kenapa??
karena tak ada alasan bagiku untuk mengizinkannya
kenapa tidak,???
yakinkan aku sebelum aku mengizinkannya
aku hanya ingin mempelajarinya, keingintahuanku terlalu besar..
aku ingin belajar dan belajar......
Sabtu, 29 Mei 2010
mohonku
hujan,,
kenapa kau datang disaat ku tak sehat begini
aku tak ingin linglung dan jatuh
aku ingin terus berjalan dan berjalan
jangan buat duniaku berputar tak karuan
...aku masih sehat dan jangan ganggu aku
aku bosan dengan dirimu yang membuahkan pusing bagiku
och Tuhan maafkan aku....khilafku...jangan sekarang
ku masih ingin belajar seribu tahun lagi....
jangan cabut ia dariku...ku mohon
nama
kuingin kau tahu
betapa cinta ini tak dapat diukur
bahkan dengan ebrupa-rupa kecantikan
yang kau banggakan itu
tahukah kau
tiada yang pantas dihargai selain cinta
karena hanya ia
yang mampu membuat tertahan
pada nama yang tak begitu penting
laiknyalah dirimu
kenapa aku begini
karena kau tahu cinta telah menorehkan
pelajaran bagiku
menghidupkan perasaan yang mati rasa
oleh keangkuhanmu
kau begitu pemalu akan kejujuran
takutkah kau berkata jujur
ku bodoh
kenapa harus memancingmu berucap padaku
padahal ku tahu tak ada tempat bagiku
diantara hatimu yang lelap oleh kecantikan
kuhargai usahamu itu..
betapa cinta ini tak dapat diukur
bahkan dengan ebrupa-rupa kecantikan
yang kau banggakan itu
tahukah kau
tiada yang pantas dihargai selain cinta
karena hanya ia
yang mampu membuat tertahan
pada nama yang tak begitu penting
laiknyalah dirimu
kenapa aku begini
karena kau tahu cinta telah menorehkan
pelajaran bagiku
menghidupkan perasaan yang mati rasa
oleh keangkuhanmu
kau begitu pemalu akan kejujuran
takutkah kau berkata jujur
ku bodoh
kenapa harus memancingmu berucap padaku
padahal ku tahu tak ada tempat bagiku
diantara hatimu yang lelap oleh kecantikan
kuhargai usahamu itu..
TIdAK
ku cari kau ditempatmu
kau tak ada
ku hampiri
kau menghilang
apa lagi yang kau inginkan
semua kepedulianku
kuberikan untukmu
masih saja kau mengelak
baiklah, aku akan diam
tak lagi mencarimu
dan ku tak kan beranjak dari tempatku
meski kau memintaku untukmu
tidak...
kau tak ada
ku hampiri
kau menghilang
apa lagi yang kau inginkan
semua kepedulianku
kuberikan untukmu
masih saja kau mengelak
baiklah, aku akan diam
tak lagi mencarimu
dan ku tak kan beranjak dari tempatku
meski kau memintaku untukmu
tidak...
ku harap begitu...
bukankah aku sudah meminta
kenapa kau terus mengingatkanku padanya
apa kau tak tahu dia menyakitiku..
dia datang dan pergi
tanpa meninggalkan apa-apa
ketika ku tanya dia malah mengira aku mengungkit-ngukit
dia pikir aku menyakitinya
ach, aku tak habis pikir dengan hal itu
bagaimana dia bisa berfikir buruk terhadapku
sudahlah aku juga tak mau mengingat kejadian itu
aku bosan dan muak atas dirinya
dia kuharap dia berubah
tak menganggap enteng orang lain
hingga dengan seenaknya menyalahkan
ku harap begitu
kenapa kau terus mengingatkanku padanya
apa kau tak tahu dia menyakitiku..
dia datang dan pergi
tanpa meninggalkan apa-apa
ketika ku tanya dia malah mengira aku mengungkit-ngukit
dia pikir aku menyakitinya
ach, aku tak habis pikir dengan hal itu
bagaimana dia bisa berfikir buruk terhadapku
sudahlah aku juga tak mau mengingat kejadian itu
aku bosan dan muak atas dirinya
dia kuharap dia berubah
tak menganggap enteng orang lain
hingga dengan seenaknya menyalahkan
ku harap begitu
Jangan sekarang
kenapa sakit kepala itu membabi buta lagi....
apa ia tak tahu aku begitu kesulitan menghadapinya...
pusing dan dunia ini berputar
keseimbanganku goyah
dan aku tak mau jatuh
ku ingin terus berjalan
berjalan dan berjalan
hingga sampai waktuku pada tempat
dimana aku ingin terus sendiri
dan senang dengan semua kegiatanku
Tuhan...apa kesadaranku akan Engkau cabut
jangan Tuhan..jangan sekarang
aku masih ingin sehat dan terus belajar
aku tak tahu apa-apa tentang dunia ini
sedang hatiku ingin sekali tahu
aku ingin belajar
lalu bagaimana aku belajar
sedang sekadaranku goyah
Tuhan, kumohon jangan sekarang...
apa ia tak tahu aku begitu kesulitan menghadapinya...
pusing dan dunia ini berputar
keseimbanganku goyah
dan aku tak mau jatuh
ku ingin terus berjalan
berjalan dan berjalan
hingga sampai waktuku pada tempat
dimana aku ingin terus sendiri
dan senang dengan semua kegiatanku
Tuhan...apa kesadaranku akan Engkau cabut
jangan Tuhan..jangan sekarang
aku masih ingin sehat dan terus belajar
aku tak tahu apa-apa tentang dunia ini
sedang hatiku ingin sekali tahu
aku ingin belajar
lalu bagaimana aku belajar
sedang sekadaranku goyah
Tuhan, kumohon jangan sekarang...
Jumat, 28 Mei 2010
Rabu, 26 Mei 2010
The Dreams 2
"benar seperti dugaanmu, perasaanku telah tertuang untuknya, tetapi sayang sesuatu yang fatal memisahkan kami" (aku tahu kedekatan mereka lebih kuat dari yang pernah aku bayangkan, semakin besar cintaku padanya, semakin kuat pula cinta mereka, dan suku merupakan aturan utama dalam menjalin hubungan, jikalau sempat saja mereka satu suku hubungan yang sekuat apapun takkan berkutik dibawah aturannya, dan mereka sesuku rupanya, kenyataan ini seharusnya membuatku senang, tetapi tidak setelah semua jelas oleh mataku, betapa sulitnya mengakhiri hubungan yang terjalin kuat selama ini, tetapi kulihat mereka dapat menjalaninya dengan baik) "aku turut bersedih" (akuku putus asa) "bukankah kau senang?" (tanyanya, membuat mataku merah semerah saga, apa aku seburuk itu, pikirku, senang diatas kesedihan orang lain, tidak aku tidak setega itu) " seharusnya, tetapi tidak begitu adanya, aku sudah lelah dengan keadaan pelik dan ku tak mau terlalu mengkambing hitamkan kesedihan, itu hanya memperburuk keadaan saja" "apa..?" (tanyanya kaku tak menyimak ucapanku) " bukan apa-apa" (ucapku sendu) " "tampaknya bulan begitu bersemangat kali ini" "yeah, cahayanya terang, kalau bukan karena cahayanya hampir ku tak mengenali dirimu tadi" "benarkah, umm...kenapa selama ini kau begitu bodoh?" "bodoh," (ulangku heran) "yeah," "dari segi mana?"(tanyaku tak sabarkan diri) " "sore itu, kata-katamu terlontar frustasi" "apa kau tak bisa tak mengejekku dalam sehari saja" "sehari, bagaimana bisa" "yeah, ku tahu, bersamamu memancing pertengkaran" " memancing pertengkaran?, aku tak sedang memancing" " itu benar, aku selalu muak mendengar ucapanmu yang sok peduli, padahal ku tahu kau enggan mengomentari keluhanku, apa kau tak bisa jujur, setidaknya sekali saja, kenapa selalu saja bohong padaku, apa aku tak pantas mendapat ucapan jujur?, lagipula kau tahu Tuhan selalu melarangku mendekatimu lebih dekat lagi, jadi jangan takut karena ku tak mungkin melanggar larangannya untuk tak mendekatimu lagi," "benarkah?" "berhentilah mengintoregasiku, seakan2 aku ini pencuri uang rakyat, yang jumlah cuma 2 triliun" (tawanya meledak mendengar ketidakpuasan dalam nada suaraku)"cuma 2 triliun, apa tak terlalu sedikit?" "ap...a" "baiklah aku tak mau bertenggkar lagi" "hah (aku jengkel kenapa dia selalu berfikir jelek terhadapku, tindakkan bodohku lebih dari itu, yaitu ingin tahu, aku hanya ingin mengamati keadaan dan mencari kejelasan itu saja) "apa yang kamu fikirkan setelah aku tahu semua ini" "aku....kecewa tak mendapatkan kata-kata apapun dari mu selain mengejekku,(dia lagi-lagi tergelak sebelum ku melanjutkan penjelasanku) kedua aku sadar (lanjutku tak memedulikan suasana hatinya) bukan kamu nama yang ada ditakdirku" "bukan aku nama yang ada ditakdirmu, benarkah itu" (hebat sekali ia, sementara airmataku sudah mau jatuh hanya tuk berucap ini, apa sebegitu tidak berartinya kata-kataku untuknya) "yeah, takdir bisa saja berkata sementara kita belum tau kenyataannya" "apa, "(tanyaku heran) "ach tidak""apa kau tahu siapa nama yang ada ditakdirmu?" "(tahu..takdir, bagaimana bisa aku tahu, apa dia sudah tidak waras, berkata seenaknya) "hah kau berkata, seolah-olah aku ini tau segalanya, seandainya aku tahu mana mungkin aku begitu memendam perasaan maya itu, apa kamu fikir itu tidak menyakitkan?" "cinta tak menyakitkan koq" (ucapnya tak mengubris ucapanku) "tidak menyakitkan, benar sekali, yang menyakitkan itu kamu" "aku.." "kau membuatku penasaran pada patah hati putus cinta, sehingga berlagak nyinyir hanya tuk mencari tau kejelasan" "och, itu rupanya, apa kini kau masih ingin merasakan patah hati putus cinta" "aku tak berminat lagi" (tawanya meledak mendengar ketidkapuasan dalam nada bicaraku. dicelah pepohonan kulihat angin berhembus meniupi dedaunan, dua bintang jalan beriringan, dari arah barat laut, menuju puncak tertinggi langit dan hilang dibalik awan, entah kemana mereka pergi, namun ku tahu mereka begitu akrab, datang dan pergi bersama selalu, begitu leganya dapat berbicara apa adanya begini) "apa yang pernah terbesit dibenakmu tentangku setelah kau tahu perasaanku yang akut itu" "akut pilihan kata yang menarik, (senyum separo dibibirnya menyisakan kepiluan dan entah karena apa) kupikir saat itu kau benar-benar sinting" "sinting (cengangku) atas dasar apa kau mengatakan aku ini sinting, perasaan itu punyaku, apa hakmu mengataiku, lagi pula aku sudah memendamnya jauh didasar samudra tak mau lagi mengambilnya untukmu, tenanglah aku tak mau lagi mengganggu kamu dengan perasaan itu, lagi pula kau sudah tak pantas lagi memakai kalung cintaku " "tak bosan-bosannya kau menggangguku, itu masalahnya," (kata-katanya terlontar jujur, menyakiti hatiku, apa salah jika aku sedikit menenangkan hati mendengar suaranya, apa ada obat lain bagi yang sedang jatuh cinta selain yang dicintai, bagiku itu mungkin benar tetapi tidak bagi dia) "apa itu bukan pengecut?" (tantangku) "pengecut? "(tanyanya heran) "ya, aku pikir kau itu pengecut, kalau kau memang tak suka kenapa harus diam, setidaknya katakan ketidak sukaanmu itu, kenapa harus berlagak suka, sementara jauh dilubuk hatimu kau membenciku (air mataku tak tahan lagi untuk jatuh, kata-kataku terlontar sengau dan sedikit terisak, begitu teganya ia) "kau menangis?" (tanyanya sedih) "ini semua salahku, kenapa harus menuruti maunya hati ini, seharusnya dari dulu aku berhenti berfikir, aku pantas mencintaimu, aku salah dan lagi-lagi salah, hingga kehilangan teman karena ini" (airmata jatuh, semakin deras, padahal ku sedang tak ingin menangis, aku takut dia salah arti terhadap perasaanku) "tidak, ini hanya..." "menangislah..." (bukan karena ucapannya yang menyuruhku menangis, tetapi karena tak tahan lagi, ingin aku meluahkan seluruh air mata ini, hingga habis tak tersisa dan esok ku tak mau lagi menangis).
sejenak kami terdiam, dalam hening dapat ku dengar isakan yang masih tersisa, suara cericit burung, menghalangiku untuk menangis lebih keras lagi,dibalik awan yang tipis, para bintang tampak malu-malu menatap kami)
"sebaiknya aku pergi (ucapku akhirnya, aku ingin sekali meminta maaf telah mengganggunya, ini semua salahku, seharusnya aku mendengarkan larangan teman-temanku untuk tak lagi mencintainya, tetapi apapun kata mereka hatiku tetap tak bisa berbohong, pedih, perih, dan luka seperti tak menghalangiku untuk mencintainya, namun sayang semua berubah runyam) "maafkan aku" (kata maaf, begitu sulitnya ia terucap, sedetik aku tertegun, begitu runyamnya masalah ini, sehingga meneror hatiku jauh lebih dari yang aku bayangkan, tetapi kali ini aku merasa lega karena tak memendamnya lagi, setidaknya ia tahu apa sebenarnya yang aku fikirkan dan yang aku rasakan, aku lega karena tak sedang berbohong, berusaha untuk mengatakannya, sesulit apapun ia) "akulah yang akan pergi (ucapnya mengejutkanku) (aku tahu ia akan pergi, tak mau lagi aku mencegahnya) sebelum aku pergi, masih ada yang hendak kau bicarakan" (lanjutnya, memutar otakku terhadap hal apa yang hendak kubicarakan, tetapi itu terlalu banyak, sedang waktu tak mengizinkan, fajar tampak menyinsing, itu pertandanya subuh akan segera datang" "tidak, jangan sekarang, esok masih ada waktu, ku harap kau bisa menyimpannya untukku" (aku tahu itu, tetapi apa mampu aku memimpikannya lagi, sementara keberanianku sudah terkuras habis, aku terdiam, betapa ia seperti jamur dimusim dingin, dan aku kepanasan menjaganya agar tak rusak dimakan waktu, cinta ku ingin memeliharanya jauh dilubuk hati, tak peduli apa kata orang, tak peduli apa yang akan terjadi, cinta hanya itu yang aku inginkan) "apa kau membenciku?" (tanyaku untuk yang terakhir sebelum ia pergi) "och, " (gumamnya, dari sisi wajahnya tampak senyum separo itu mengembang, dan ia berlalu pergi)
langkahnya masih tak jauh dariku, cahaya yang tadi kulihat mulai memudar, aku heran kenapa fajar tiba-tiba menghilang? aku resah dan air mata mulai menetesi wajah melepas kepergiannya, tanpa jawaban, tanpa secarik cahaya fajar yang kulihat tadi sebelum ia pergi, kuulurkan tangan berharap ia kembali tak meninggalkanku lagi, tetapi itu sia-sia, sisa kekuatanku lenyap dan aku linglung, jatuh tak sadarkan diri, aku terbangun kembali disaat seseorang memanggilku, kupikir ia kembali untukku, aku senang dan bangkit, lupa akan sakit yang kurasa, namun seperti maya, ia hanya ada untukku, sesaat, dia tak abadi untukku, begitu nyata kenyataan ini bagiku, begitu maya kehadirannya bagiku, begitu pahit yang aku terima, sesaat kuusap air mata yang jatuh tanpa persetujuanku, kupejamkan mata berharap memimpikannya lagi)
-*-
suasana hatiku masih tak sehat atas mimpi semalam, berhari-hari kucoba melupakannya, usahaku hampir saja berhasil, tetapi gagal atas mimpi semalam. aku resah ingin berteriak, melepaskan semua gundah ini, tetapi aku sedang tak sendiri bisa-bisa keluargaku mengataiku sinting, jika ku ngotot tuk berteriak, nafsu makanku loyo, lamban dalam mengunyah, kalau bukan karena ibu, sudah ku buang makanan ini jauh-jauh dariku, huch..., makanan lenyap segera kubersihkan rumah, dan pergi berlari kesisi manggarai, disanalah tempat teramanku untuk berteriak, tanpa perlu takut dikatai orang, lagi-lagi air mataku jatuh, aku kesal kenapa selalu saja menangis disaat terpuruk begini, apa dengan begitu hatiku lega, aku ragu dengan kenyataan, aku bersama, karena ku selalu saja berbohong pada diriku, aku bahagia, sedang hatiku kelu merasakan kepahitan ini. ach
sejenak kami terdiam, dalam hening dapat ku dengar isakan yang masih tersisa, suara cericit burung, menghalangiku untuk menangis lebih keras lagi,dibalik awan yang tipis, para bintang tampak malu-malu menatap kami)
"sebaiknya aku pergi (ucapku akhirnya, aku ingin sekali meminta maaf telah mengganggunya, ini semua salahku, seharusnya aku mendengarkan larangan teman-temanku untuk tak lagi mencintainya, tetapi apapun kata mereka hatiku tetap tak bisa berbohong, pedih, perih, dan luka seperti tak menghalangiku untuk mencintainya, namun sayang semua berubah runyam) "maafkan aku" (kata maaf, begitu sulitnya ia terucap, sedetik aku tertegun, begitu runyamnya masalah ini, sehingga meneror hatiku jauh lebih dari yang aku bayangkan, tetapi kali ini aku merasa lega karena tak memendamnya lagi, setidaknya ia tahu apa sebenarnya yang aku fikirkan dan yang aku rasakan, aku lega karena tak sedang berbohong, berusaha untuk mengatakannya, sesulit apapun ia) "akulah yang akan pergi (ucapnya mengejutkanku) (aku tahu ia akan pergi, tak mau lagi aku mencegahnya) sebelum aku pergi, masih ada yang hendak kau bicarakan" (lanjutnya, memutar otakku terhadap hal apa yang hendak kubicarakan, tetapi itu terlalu banyak, sedang waktu tak mengizinkan, fajar tampak menyinsing, itu pertandanya subuh akan segera datang" "tidak, jangan sekarang, esok masih ada waktu, ku harap kau bisa menyimpannya untukku" (aku tahu itu, tetapi apa mampu aku memimpikannya lagi, sementara keberanianku sudah terkuras habis, aku terdiam, betapa ia seperti jamur dimusim dingin, dan aku kepanasan menjaganya agar tak rusak dimakan waktu, cinta ku ingin memeliharanya jauh dilubuk hati, tak peduli apa kata orang, tak peduli apa yang akan terjadi, cinta hanya itu yang aku inginkan) "apa kau membenciku?" (tanyaku untuk yang terakhir sebelum ia pergi) "och, " (gumamnya, dari sisi wajahnya tampak senyum separo itu mengembang, dan ia berlalu pergi)
langkahnya masih tak jauh dariku, cahaya yang tadi kulihat mulai memudar, aku heran kenapa fajar tiba-tiba menghilang? aku resah dan air mata mulai menetesi wajah melepas kepergiannya, tanpa jawaban, tanpa secarik cahaya fajar yang kulihat tadi sebelum ia pergi, kuulurkan tangan berharap ia kembali tak meninggalkanku lagi, tetapi itu sia-sia, sisa kekuatanku lenyap dan aku linglung, jatuh tak sadarkan diri, aku terbangun kembali disaat seseorang memanggilku, kupikir ia kembali untukku, aku senang dan bangkit, lupa akan sakit yang kurasa, namun seperti maya, ia hanya ada untukku, sesaat, dia tak abadi untukku, begitu nyata kenyataan ini bagiku, begitu maya kehadirannya bagiku, begitu pahit yang aku terima, sesaat kuusap air mata yang jatuh tanpa persetujuanku, kupejamkan mata berharap memimpikannya lagi)
-*-
suasana hatiku masih tak sehat atas mimpi semalam, berhari-hari kucoba melupakannya, usahaku hampir saja berhasil, tetapi gagal atas mimpi semalam. aku resah ingin berteriak, melepaskan semua gundah ini, tetapi aku sedang tak sendiri bisa-bisa keluargaku mengataiku sinting, jika ku ngotot tuk berteriak, nafsu makanku loyo, lamban dalam mengunyah, kalau bukan karena ibu, sudah ku buang makanan ini jauh-jauh dariku, huch..., makanan lenyap segera kubersihkan rumah, dan pergi berlari kesisi manggarai, disanalah tempat teramanku untuk berteriak, tanpa perlu takut dikatai orang, lagi-lagi air mataku jatuh, aku kesal kenapa selalu saja menangis disaat terpuruk begini, apa dengan begitu hatiku lega, aku ragu dengan kenyataan, aku bersama, karena ku selalu saja berbohong pada diriku, aku bahagia, sedang hatiku kelu merasakan kepahitan ini. ach
Minggu, 23 Mei 2010
Kisah Nazaruddin dan Timur Lenk
Keledai Membaca
Timur Lenk menghadiahi Nazaruddin seekor keledai. Nazaruddin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata,
"Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya."
Nazaruddin berlalu, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nazaruddin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.
Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Nazaruddin.
"Demikianlah," kata Nazaruddin, "Keledaiku sudah bisa membaca."
Timur Lenk mulai menginterogasi, "Bagaimana caramu mengajari dia membaca ?"
Nazaruddin berkisah, "Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar."
"Tapi," tukas Timur Lenk tidak puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya ?"
Nazaruddin menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca: hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan?"
*****
Gelar Timur Lenk
Timur Lenk mulai mempercayai Nazaruddin, dan kadang mengajaknya berbincang soal kekuasaannya.
"Nazaruddin," katanya suatu hari, "Setiap khalifah di sini selalu memiliki gelar dengan nama Allah. Misalnya: Al-Muwaffiq Billah, Al-Mutawakkil 'Alallah, Al-Mu'tashim Billah, Al-Watsiq Billah, dan lain-lain. Menurutmu, apakah gelar yang pantas untukku?"
Cukup sulit, mengingat Timur Lenk adalah penguasa yang bengis. Tapi tak lama, Nazaruddin menemukan jawabannya. "Saya kira, gelar yang paling pantas untuk Anda adalah Naudzu-Billah* saja."
* "Aku berlindung kepada Allah (darinya)"
*****
Nazaruddin Memanah
Sesekali, Timur Lenk ingin juga mempermalukan Nazaruddin. Karena Nazaruddin cerdas dan cerdik, ia tidak mau mengambil resiko beradu pikiran. Maka diundangnya Nazaruddin ke tengah-tengah prajuritnya. Dunia prajurit, dunia otot dan ketangkasan.
"Ayo Nazaruddin," kata Timur Lenk, "Di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuanmu memanah. Panahlah sekali saja. Kalau panahmu dapat mengenai sasaran, hadiah besar menantimu. Tapi kalau gagal, engkau harus merangkak jalan pulang ke rumahmu."
Nazaruddin terpaksa mengambil busur dan tempat anak panah. Dengan memantapkan hati, ia membidik sasaran, dan mulai memanah. Panah melesat jauh dari sasaran. Segera setelah itu, Nazaruddin berteriak, "Demikianlah gaya tuan wazir memanah."
Segera dicabutnya sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Masih juga panah meleset dari sasaran. Nazaruddin berteriak lagi, "Demikianlah gaya tuan walikota memanah."
Nazaruddin Segera mencabut sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Kebetulan kali ini panahnya menyentuh sasaran. Nazaruddin pun berteriak lagi, "Dan yang ini adalah gaya Nazaruddin memanah. Untuk itu kita tunggu hadiah dari Paduka Raja."
Sambil menahan tawa, Timur Lenk menyerahkan hadiah Nazaruddin.
*****
Timur Lenk menghadiahi Nazaruddin seekor keledai. Nazaruddin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata,
"Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya."
Nazaruddin berlalu, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nazaruddin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.
Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Nazaruddin.
"Demikianlah," kata Nazaruddin, "Keledaiku sudah bisa membaca."
Timur Lenk mulai menginterogasi, "Bagaimana caramu mengajari dia membaca ?"
Nazaruddin berkisah, "Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar."
"Tapi," tukas Timur Lenk tidak puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya ?"
Nazaruddin menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca: hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan?"
*****
Gelar Timur Lenk
Timur Lenk mulai mempercayai Nazaruddin, dan kadang mengajaknya berbincang soal kekuasaannya.
"Nazaruddin," katanya suatu hari, "Setiap khalifah di sini selalu memiliki gelar dengan nama Allah. Misalnya: Al-Muwaffiq Billah, Al-Mutawakkil 'Alallah, Al-Mu'tashim Billah, Al-Watsiq Billah, dan lain-lain. Menurutmu, apakah gelar yang pantas untukku?"
Cukup sulit, mengingat Timur Lenk adalah penguasa yang bengis. Tapi tak lama, Nazaruddin menemukan jawabannya. "Saya kira, gelar yang paling pantas untuk Anda adalah Naudzu-Billah* saja."
* "Aku berlindung kepada Allah (darinya)"
*****
Nazaruddin Memanah
Sesekali, Timur Lenk ingin juga mempermalukan Nazaruddin. Karena Nazaruddin cerdas dan cerdik, ia tidak mau mengambil resiko beradu pikiran. Maka diundangnya Nazaruddin ke tengah-tengah prajuritnya. Dunia prajurit, dunia otot dan ketangkasan.
"Ayo Nazaruddin," kata Timur Lenk, "Di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuanmu memanah. Panahlah sekali saja. Kalau panahmu dapat mengenai sasaran, hadiah besar menantimu. Tapi kalau gagal, engkau harus merangkak jalan pulang ke rumahmu."
Nazaruddin terpaksa mengambil busur dan tempat anak panah. Dengan memantapkan hati, ia membidik sasaran, dan mulai memanah. Panah melesat jauh dari sasaran. Segera setelah itu, Nazaruddin berteriak, "Demikianlah gaya tuan wazir memanah."
Segera dicabutnya sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Masih juga panah meleset dari sasaran. Nazaruddin berteriak lagi, "Demikianlah gaya tuan walikota memanah."
Nazaruddin Segera mencabut sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Kebetulan kali ini panahnya menyentuh sasaran. Nazaruddin pun berteriak lagi, "Dan yang ini adalah gaya Nazaruddin memanah. Untuk itu kita tunggu hadiah dari Paduka Raja."
Sambil menahan tawa, Timur Lenk menyerahkan hadiah Nazaruddin.
*****
Shahrazad - women behind One thousand and one ( Kisah seribu satu malam)
Tentunya anda sudah sering mendengar kisah 1001 malam ini. Banyak sekali cerita-cerita yang lahir dari kisah 1001 malam, antara lain yang terkenal yaitu “Sinbad si Pelaut”, “Ali Baba” serta “Aladin dan Lampu Ajaibnya”. Namun hanya sedikit yang tahu darimana kisah-kisah tersebut berasal. Saya akan mencoba menceritakan awal mula kisah 1001 malam ini versi Geraldin McCaughrean.
Konon di suatu daerah di negeri Arab, berdiri 2 kerajaan yaitu Kerajaan kembar Sasan dan Samarkand al-Ajam, dimana Raja dari kedua kerajaan tersebut bersaudara. Kerajaan Sasan diperintah oleh Raja Shahryar, sedangkan Kerajaan Samarkand al-Ajam diperintah oleh Raja Shahzaman. Kedua Raja tersebut sangat dicintai oleh rakyatnya karena mereka adalah Raja yang bijaksana dan murah hati, serta keduanya memiliki istri yang sangat cantik.
Suatu hari Raja Shahryar pergi menemui saudaranya di Kerajaan Samarkand al-Ajam. Saat di tengah perjalanan ia teringat bahwa hadiah yang akan ia berikan untuk saudaranya tertinggal di atas tempat tidur di dalam kamarnya. Maka ia kembali ke istananya untuk mengambil hadiah tersebut. Namun saat memasuki kamar alangkah terkejutnya ia, karena mendapati istrinya sudah tidak memakai cadar lagi dan disampingnya duduk seorang pembantunya sambil memegang cadar tersebut dan tangan yang lainnya memegang tangan sang istri. Kemarahan dan sakit hati menguasainya sehingga ia membunuh keduanya dengan pedangnya. Kesedihan yang paling dalam melanda Raja muda Shahryar hingga mengubahnya dari Raja yang gagah berani dan penuh santun menjadi Raja yang dikuasai amarah dan ketakutan. Kesepian yang dirasakannya setiap malam membuatnya takut dan teringat akan istrinya, sehingga ia akhirnya memanggil Penasehat Kerajaan dan memerintahkan sang Penasehat untuk membawakan seorang gadis cantik untuk dinikahinya sekaligus mengundang tukang jagal ke pernikahan tersebut. Raja berkata : “Aku akan menikahi gadis itu pagi ini dan keesokan harinya aku akan memenggal lehernya sebelum ia berhenti mencintaiku.” Sang Penasehat terguncang hatinya mendengar perintah tersebut, namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Sang Penguasa Sasan menikah setiap hari, hal ini berlangsung selama 3 tahun, seribu pengantin wanita, seribu eksekusi dan seribu wanita hilang. Sampai suatu hari sang Penasehat tidak bisa lagi menemukan wanita muda untuk dinikahi Raja, hal itu membuatnya sedih karena ia pasti akan dihukum mati oleh Sang Raja. Kesedihannya dilihat oleh putri tertuanya Shahrazad dan kemudian ia berkata kepada ayahnya bahwa ia bersedia dinikahi oleh sang Raja. Walaupun dengan berat hati akhirnya pagi itu Sang Penasehat menikahkan putrinya dengan Sang Raja. Keesokan harinya saat algojo datang untuk memenggal kepala Shahrazad, putri kedua Sang Penasehat, Dunyazad datang menemui Raja, ia meminta izin untuk mengucapkan selamat tinggal kepada saudarinya. Dunyazad berkata kepada Shahrazad : “Oh...kakakku tercinta, betapa kami semua akan merindukan engkau nanti, tak ada lagi suara nyanyianmu, permainan sulingmu, dan terutama tak ada lagi cerita-cerita indah yang dapat kami dengar setiap malam darimu, cerita-cerita yang dapat mengusir kekosongan dan kesepian kami di malam hari. Tak ada seorang pun di negeri Arab ini yang dapat bercerita seindah dirimu. Maukah kau bercerita kepadaku untuk yang terakhir kalinya?”. Sang Raja mendengar pembicaraan mereka dan ia teringat akan malam-malam di masa kecilnya, saat ibunya selalu menceritakan sebuah dongeng sebelum ia tidur. Kemudian Raja berkata : “Shahrazad, cerita apa yang akan kau ceritakan kepada adikmu malam ini?” Shahrazad menjawab bahwa ia akan menceritakan petualangan “Sinbad si Pelaut”, petualangan ditengah lautan melewati gunung air dimana banyak binatang buas dan pulau-pulau yang menakjubkan. Sang Raja merasa tertarik untuk mendengarnya namun ada acara istana yang harus dihadirinya, ia ingin mendengar cerita tersebut malam ini, sehingga ia meminta algojo untuk datang kembali esok hari. Pada malam hari Shahrazad mulai bercerita sehingga tak terasa waktu sudah berubah menjadi pagi hari, namun karena Sang Raja ingin sekali mendengar kelanjutan cerita tersebut, maka pagi itu ia menangguhkan kembali hukuman mati untuk istrinya dan menyuruh algojo untuk kembali keesokan harinya. Tak terasa hal ini berlangsung setiap malam sehingga pada malam keseribu setelah Shahrazad menikahi Raja Shahryar, Shahrazad tak punya cerita lagi yang bisa diceritakan kepada Raja maka ia pun menceritakan kisah tentang hidupnya sendiri saat itu. Raja tersadar mendengar cerita tersebut dan akhirnya hati Raja terbuka dan sejak itu ia mencintai Shahrazad.
Kemudian Raja Shahryar meminta Penasehatnya untuk mengundang 100 ahli tulis yang bisa menulis dengan indahnya. Para ahli tulis itu diminta untuk menuliskan semua kisah yang telah diceritakan Shahrazad selama seribu satu malam pernikahannya dengan Shahrazad. Kemudian kumpulan kisah tersebut diberi judul : Seribu Satu Kisah Arabian.
Konon di suatu daerah di negeri Arab, berdiri 2 kerajaan yaitu Kerajaan kembar Sasan dan Samarkand al-Ajam, dimana Raja dari kedua kerajaan tersebut bersaudara. Kerajaan Sasan diperintah oleh Raja Shahryar, sedangkan Kerajaan Samarkand al-Ajam diperintah oleh Raja Shahzaman. Kedua Raja tersebut sangat dicintai oleh rakyatnya karena mereka adalah Raja yang bijaksana dan murah hati, serta keduanya memiliki istri yang sangat cantik.
Suatu hari Raja Shahryar pergi menemui saudaranya di Kerajaan Samarkand al-Ajam. Saat di tengah perjalanan ia teringat bahwa hadiah yang akan ia berikan untuk saudaranya tertinggal di atas tempat tidur di dalam kamarnya. Maka ia kembali ke istananya untuk mengambil hadiah tersebut. Namun saat memasuki kamar alangkah terkejutnya ia, karena mendapati istrinya sudah tidak memakai cadar lagi dan disampingnya duduk seorang pembantunya sambil memegang cadar tersebut dan tangan yang lainnya memegang tangan sang istri. Kemarahan dan sakit hati menguasainya sehingga ia membunuh keduanya dengan pedangnya. Kesedihan yang paling dalam melanda Raja muda Shahryar hingga mengubahnya dari Raja yang gagah berani dan penuh santun menjadi Raja yang dikuasai amarah dan ketakutan. Kesepian yang dirasakannya setiap malam membuatnya takut dan teringat akan istrinya, sehingga ia akhirnya memanggil Penasehat Kerajaan dan memerintahkan sang Penasehat untuk membawakan seorang gadis cantik untuk dinikahinya sekaligus mengundang tukang jagal ke pernikahan tersebut. Raja berkata : “Aku akan menikahi gadis itu pagi ini dan keesokan harinya aku akan memenggal lehernya sebelum ia berhenti mencintaiku.” Sang Penasehat terguncang hatinya mendengar perintah tersebut, namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Sang Penguasa Sasan menikah setiap hari, hal ini berlangsung selama 3 tahun, seribu pengantin wanita, seribu eksekusi dan seribu wanita hilang. Sampai suatu hari sang Penasehat tidak bisa lagi menemukan wanita muda untuk dinikahi Raja, hal itu membuatnya sedih karena ia pasti akan dihukum mati oleh Sang Raja. Kesedihannya dilihat oleh putri tertuanya Shahrazad dan kemudian ia berkata kepada ayahnya bahwa ia bersedia dinikahi oleh sang Raja. Walaupun dengan berat hati akhirnya pagi itu Sang Penasehat menikahkan putrinya dengan Sang Raja. Keesokan harinya saat algojo datang untuk memenggal kepala Shahrazad, putri kedua Sang Penasehat, Dunyazad datang menemui Raja, ia meminta izin untuk mengucapkan selamat tinggal kepada saudarinya. Dunyazad berkata kepada Shahrazad : “Oh...kakakku tercinta, betapa kami semua akan merindukan engkau nanti, tak ada lagi suara nyanyianmu, permainan sulingmu, dan terutama tak ada lagi cerita-cerita indah yang dapat kami dengar setiap malam darimu, cerita-cerita yang dapat mengusir kekosongan dan kesepian kami di malam hari. Tak ada seorang pun di negeri Arab ini yang dapat bercerita seindah dirimu. Maukah kau bercerita kepadaku untuk yang terakhir kalinya?”. Sang Raja mendengar pembicaraan mereka dan ia teringat akan malam-malam di masa kecilnya, saat ibunya selalu menceritakan sebuah dongeng sebelum ia tidur. Kemudian Raja berkata : “Shahrazad, cerita apa yang akan kau ceritakan kepada adikmu malam ini?” Shahrazad menjawab bahwa ia akan menceritakan petualangan “Sinbad si Pelaut”, petualangan ditengah lautan melewati gunung air dimana banyak binatang buas dan pulau-pulau yang menakjubkan. Sang Raja merasa tertarik untuk mendengarnya namun ada acara istana yang harus dihadirinya, ia ingin mendengar cerita tersebut malam ini, sehingga ia meminta algojo untuk datang kembali esok hari. Pada malam hari Shahrazad mulai bercerita sehingga tak terasa waktu sudah berubah menjadi pagi hari, namun karena Sang Raja ingin sekali mendengar kelanjutan cerita tersebut, maka pagi itu ia menangguhkan kembali hukuman mati untuk istrinya dan menyuruh algojo untuk kembali keesokan harinya. Tak terasa hal ini berlangsung setiap malam sehingga pada malam keseribu setelah Shahrazad menikahi Raja Shahryar, Shahrazad tak punya cerita lagi yang bisa diceritakan kepada Raja maka ia pun menceritakan kisah tentang hidupnya sendiri saat itu. Raja tersadar mendengar cerita tersebut dan akhirnya hati Raja terbuka dan sejak itu ia mencintai Shahrazad.
Kemudian Raja Shahryar meminta Penasehatnya untuk mengundang 100 ahli tulis yang bisa menulis dengan indahnya. Para ahli tulis itu diminta untuk menuliskan semua kisah yang telah diceritakan Shahrazad selama seribu satu malam pernikahannya dengan Shahrazad. Kemudian kumpulan kisah tersebut diberi judul : Seribu Satu Kisah Arabian.
Rabrindanat Tagore
Rabindranath Tagore (bahasa Bengali: Rabindranath Thakur; lahir di Jorasanko, Kolkata, India, 7 Mei 1861 – meninggal 7 Agustus 1941 pada umur 80 tahun [γ]) juga dikenal dengan nama Gurudev,[δ] adalah seorang Brahmo Samaj, penyair, dramawan, filsuf, seniman, musikus dan sastrawan Bengali. Ia terlahir dalam keluarga Brahmana Bengali, yaitu Brahmana yang tinggal di wilayah Bengali, daerah di anakbenua India antara India dan Bangladesh. Tagore merupakan orang Asia pertama yang mendapat anugerah Nobel dalam bidang sastra (1913).
Tagore mulai menulis puisi sejak usia delapan tahun, ia menggunakan nama samaran “Bhanushingho” (Singa Matahari) untuk penerbitan karya puisinya yang pertama pada tahun 1877, dan menulis cerita pendek pertamanya pada usia enam belas tahun. Ia mengenyam pendidikan dasar di rumah (Home Schooling), dan tinggal di Shilaidaha, serta sering melakukan perjalanan panjang yang menjadikan ia seorang yang pragmatis dan tidak suka/patuh pada norma sosial dan adat. Rasa kecewa kepada British Raj membuat Tagore memberikan dukungan pada Gerakan Kemerdekaan India dan berteman dengan Mahatma Gandhi. Dan juga dikarenakan rasa kehilangan hampir segenap keluarganya, serta kurangnya penghargaan dari Benggala atas karya besarnya, Universitas Visva-Bharati.
Beberapa karya besarnya antara lain Gitanjali (Song Offerings), Gora (Fair-Faced), dan Ghare-Baire (The Home and the World), serta karya puisi, cerita pendek dan novel dikenal dan dikagumi dunia luas. Ia juga seorang reformis kebudayaan dan polymath yang memodernisasikan seni budaya di Benggala. Dua buah lagu dari aliran Rabindrasangeet (sebuah aliran lagu yang ia ciptakan) kini menjadi lagu kebangsaan Bangladesh (Amar Shonar Bangla) dan India (Jana Maha Gana).
Masa Masa Awal (1861 - 1901)
Tagore tahun 1879, masa menuntut ilmu di Inggris.
Tagore memiliki nama kecil "Rabi", lahir di Jasanko Mansion, adalah putra dari Debendranath Tagore dan Sarada Devi,[ε] anak bungsu dari empat belas bersaudara. Setelah menjalani upacara Upanayanam di usia sebelas tahun, (suatu prosesi upacara yang menandai bagi seorang anak laki-laki untuk memasuki masa Brahmacari, masa menuntut ilmu.) Tagore bersama ayahnya meninggalkan Kolkata pada tanggal 14 Februari 1873 untuk melakukan perjalanan panjang di India selama beberapa bulan, mengunjungi Shantiniketan dan Amritsar sebelum mencapai Dalhousie, sebuah bukit peristirahatan di kaki Himalaya. Di sini, Tagore belajar sejarah, ilmu perbintangan (astronomi), ilmu pengetahuan modern dan Bahasa Sansekerta dan mempelajari serta mendalami karya sastra klasik dari Kālidāsa.[1][2] Pada 1877, ia menjadi orang terkemuka ketika menghasilkan beberapa karya, termasuk puisi panjang dalam gaya Maithili, yang dirintis oleh Vidyapati. Sebagai sekedar lelucon, ia menyatakan bahwa ini merupakan karya yang hilang dari Bhānusiṃha, sebuah sastra dari aliran Vaiṣṇava.[3] Ia juga menulis "Bhikharini" (1877; "Wanita Pengemis" — cerita pendek pertama dalam Bahasa Bengali)[4][5] dan juga “Sandya Sangit” (1882) — termasuk di dalamnya puisi yang sangat terkenal "Nirjharer Swapnabhanga" (The Rousing of the Waterfall).
Tagore bersama istrinya, Mrinalini Devi in 1883.
Karena ingin menjadi seorang pengacara, Tagore mendaftar di sekolah umum di kota Brighton, Inggris pada tahun 1878; kemudian melanjutkan di University College London, tapi pada tahun 1880 ia kembali ke Bengali tanpa gelar sarjana, dikarenakan ayahnya telah menjodohkan ia dengan seorang gadis, bernama Mrinalini Devi, yang kemudian dinikahi pada 9 Desember 1883; mereka memiliki lima orang anak, empat di antaranya meninggal sebelum menginjak usia dewasa.[6] Pada tahun 1890, Tagore mulai mengelola usaha keluarganya di Shelidah, sebuah wilayah yang sekarang masuk bagian negara Bangladesh. Dikenal sebagai "Zamindar Babu" Tagore melakukan perjalanan melintasi perkebunan yang sangat luas, untuk mengumpulkan uang sewa, serta memberi berkat pada para penduduk desa.[7] Dalam periode ini, periode Sadhana (1891 — 1895, diambil dari salah satu majalah yang diterbitkannya) ia berada dalam masa-masa yang sangat produktif, di mana lebih dari setengah dari tiga volume dan delapan puluh empat karya "Galpaguchchha" ditulis.[4] Dengan gaya ironi dan emosional yang kental, ia menggambarkan kehidupan di Benggala, kebanyakan adalah kehidupan di pedesaan.[8]
[sunting] Shantiniketan (1901—1932)
Rabindranath Tagore, diambil sekitar tahun 1905/1906, oleh Sukumar Ray.
Pada tahun 1901, Tagore meninggalkan Shelidah dan pindah ke Shantiniketan (Benggala Barat) tinggal di Ashram yang didirikan oleh ayahnya pada tahun 1863, di sini mendirikan sebuah sekolah percobaan, sekolah di ruang terbuka, dengan pohon rindang, taman yang indah dan perpustakaan.[9] Dan di sini pula, istri ia serta dua orang anaknya meninggal. Ayah ia juga meninggal pada 19 Januari 1905. Setelah kepergian ayahnya, ia mulai menerima pendapatan bulanan sebagai bagian dari warisan orang tuanya; ia juga menerima pendapatan dari Maharaja Tripura, hasil dari penjualan perhiasan keluarga, dari rumah sewa di daerah Puri serta hak royalti atas karya-karyanya.[10] Melalui karya-karya ia memiliki banyak pengikut baik masyarakat Bengali, maupun pembaca di luar, dan ia mempublikasikan beberapa karya seperti "Naivedya" (1901) dan "Kheya" (1906) dan karya-karya puisi ia digubah menjadi puisi bebas, yang tidak lagi mengikuti pakem dan irama, tanpa menghilangkan ciri sebagai sebuah karya puisi. Pada tanggal 14 November 1913 Tagore memenangkan Penghargaan Nobel di Bidang Sastra. Menurut pihak Akademi Swedia sebagai penyelenggara, Tagore memenangkan Penghargaan Nobel berkat idealisme dalam berkarya dan karya-karyanya yang telah di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris mudah diterima bagi pembaca di barat, termasuk diantaranya adalah: Gitanjali: Song Offerings (1912).[11] Sebagai tambahan, Kerajaan Inggris menawarkan gelar kebangsawanan pada tahun 1915; yang diterimanya, namun belakangan dilepaskan sebagai bentuk protes terhadap pembantaian massal di Amritsar, di mana tentara kolonial melakukan penembakan terhadap rakyat sipil tanpa senjata, membunuh sekitar 379 orang.
Tanda tangan Tagore.
Pada 1921, Tagore bersama Leonard Elmhirst, seorang pakar ekonomi pertanian, mendirikan sekolah yang belakangan diberi nama Shriniketan di Surul, sebuah kampung dekat Asrama di Shantiniketan. Melalui ini ia sendiri bermaksud menyediakan tempat alternatif, bagi gerakan Swaraj, yang digalang Mahatma Gandhi yang mana sebelumnya gerakan ini sempat ia kritik.[12] Ia merekrut para sarjana, penyumbang dana serta pekerja dari berbagai negara untuk menjalankan sekolah ini. Membebaskan rakyat dari kemiskinan dan kebodohan dengan cara memperkuat diri di sektor pendidikan.[13][14] Pada tahun 1930an ia juga memberikan perhatian lebih terhadap kaum Dalit (kelompok kasta rendahan).[15][16]
[sunting] Masa Senja (1932—1941)
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kehidupan Rabindranath Tagore (1932—1941)
Tagore duduk bersama Albert Einstein dalam percakapan mereka yang banyak diberitakan pada 14 Juli 1930.
Dalam dasawarsanya yang terakhir, Tagore tetap mendapat sorotan publik, secara terbuka mengkritik Gandhi karena mengatakan bahwa gempa bumi yang hebat pada 15 Januari 1934 di Bihar merupakan pembalasan ilahi karena menindas kaum Dalit.[17] Ia juga meratapi kemerosotan sosial-ekonomi yang mulai terjadi di Bengali dan kemiskinan yang merajalelal di Kolkata. Ia mengungkapkannya secara terinci dalam sebuah puisi tak berirama seratus baris dengan teknik visi ganda yang kering kelak digunakan oleh Satyajit Ray dalam filmnya Apur Sansar.[18][19] Tagore juga menyusun 15 jilid tulisan, termasuk karya-karya prosa liris Punashcha (1932), Shes Saptak (1935), dan Patraput (1936). Ia terus bereksperimen denagn mengembangkna lagu-lagu prosa dan sendratari, termasuk Chitrangada (1914),[20] Shyama (1939), dan Chandalika (1938), dan menulis novel-novel Dui Bon (1933), Malancha (1934), dan Char Adhyay (1934). Tagore mengembangkan minatnya terhadap sains dalam tahun-tahun terakhirnya, dan menulis Visva-Parichay (kumpulan esai) pada 1937. Ia menjelajahi biologi, fisika, dan astronomi; sementara itu, puisinya — yang mengandung naturalisme yang luas — menggarisbawahi rasa hormatnya terhadap hukum-hukum ilmiah. Ia juga menjalin proses sains (termasuk naratif para ilmuwan) ke dalam banyak cerita yang terkandung dalam buku-buku seperti Se (1937), Tin Sangi (1940), dan Galpasalpa (1941).[21]
Tagore (kiri) berjumpa dengan Mahatma Gandhi di Santiniketan in 1940.
Empat tahun terakhir hidup Tagore (1937–1941) ditandai oleh rasa sakit yang kronis dan dua penyakit yang lama dideritanya. Hal ini dimlai ketika Tagore kehilangan kesadaran pada akhir 1937; ia tetap berada dalam keadaan koma dan hampir meninggal selama waktu yang panjang. Hal ini diikuti tiga tahun kemudian pada akhir 1940 dengan penyakit yang sama, dan ia tidak pernah pulih kembali. Puisi yang ditulis Tagore pada tahun-tahun ini adalah salah satu yang paling indah, dan sangat menonjol karena perhatiannya yang mendalam terhadap kematian. Pengalaman-pengalaman yang jauh lebih mendalam dan mistis ini memungkinkan Tagore dicap sebagai "penyair modern".[22][23] Setelah penderitaan yang panjang, Tagore meninggal pada 7 Agustus 1941 (22 Shravan 1348) di ruang atas dari gedung Jorasanko tempat ia dibesarkan;[24][25] Hari kematiannya masih tetap diperingati dalam acara-acara publik di seluruh dunia berbahasa Bengali.
[sunting] Sebuah Petualangan
Tagore (tengah kanan) dalam kunjungannya ke Universitas Tsinghua pada 1924.
Tagore memiliki jiwa petualangan yang sangat besar. Antara tahun 1878 dan 1932, ia mengunjungi lebih dari tigapuluh negara di lima benua[26], perjalanan ini sangat penting artinya dalam mengenalkan karya-karyanya, serta memaparkan ide-ide politiknya kepada kalangan non-Bengali. Sebagai contoh, pada tahun 1912, ia mengirimkan karya-karya yang telah diterjemahkan ke Inggris, yang mengesankan para misionaris, dan anak didik Gandhi; Charles F. Andrews, William Butler Yeats; seorang sastrawan dari Irlandia, Ezra Pound, Robert Bridges, Ernest Rhys, Thomas Sturge Moore, dan masih banyak lagi yang lainnya.[27] Dan kemudian, Yeats menulis kata pengantar untuk Gitanjali yang diterjemahkan dalam bahasa inggris, sementara Andrews bergabung dengan Tagore di Santiniketan. Pada 10 November 1912, Tagore melakukan perjalanan ke Amerika Serikat[28] dan Inggris Raya, tinggal di Butterton, Staffordshire.[29] Dari tanggal 3 Mei 1916 sampai April 1917, Tagore ceramah dan kuliah keliling Jepang dan Amerika Serikat.[30] Ia juga menulis esai "Nasionalisme di India", yang menerima kritikan dan juga menuai pujian, (termasuk para pasifis termasuk dari Romain Rolland).[31] Setelah kembali ke India, Tagore, 63 tahun, mengunjungi Peru atas undangan pemerintahan Peru Tagore, dan dilanjutkan dengan mengunjungi Meksiko setelahnya. Kedua negara mengucurkan sumbangan senilai $100,000 bagi sekolah Shantiniketan (Visva-Bharati) sebagai penghargaan atas kunjungaannya ke kedua negara tersebut.[32] Setelah itu, ia mengadakan kunjungan ke Buenos Aires, Argentina[33] pada 6 November 1924, dan tinggal di Villa Miralrío dan menjadi tamu dari Victoria Ocampo; seorang intelektual dari Argentina. Selanjutnya ia pulang ke Bengali pada Januari 1925. Pada 30 Mei 1926, Tagore menginjakkan kakinya di Napoli, Italia; ia bertemu dengan diktator berkuasa Benito Mussolini di Roma pada hari berikutnya.[34] Pada awalnya mereka memiliki hubungan yang hangat, dan berakhir saat Tagore dengan terang-terangan berbicara menentang Mussolini pada 20 Juli 1926.[35]
Tagore (barisan depan, ketiga dari kanan) bertemu dengan para anggota Majelis Iran (Tehran, pada April-Mei 1932).
Pada 14 Juli 1927, Tagore beserta dua sahabatnya berangkat menuju Asia Tenggara selama empat bulan — mengunjungi Bali, Jawa, Kuala Lumpur, Malaka, Penang, Siam dan Singapura. Catatan perjalanan ini terkumpul dalam karya yang berjudul "Jatri".[36] Pada awal 1936, ia meninggalkan Bengala untuk sebuah perjalanan panjang menuju Eropa dan Amerika Serikat. Dalam kunjungan kembali ke Inggris, dimana saat itu lukisannya sedang dipamerkan di London dan Paris, ia tinggal di Birmingham. Di sana ia menulis materi kuliah untuk kelas yang dikenal sebagai "Kuliah Hibbert" di Universitas Oxford dan menjadi pembicara di pertemuan tahunan Perkumpulan Kristen London.[37] Disini, (dialamatkan pada hubungan antara Inggris dengan India, sebuah topik yang ia terus perjuangkan dan pertahankan selama lebih dari dua tahun kedepan) ia berbicara mengenai "dark chasm of aloofness".[38] Kemudian ia mengunjungi Aga Khan III, tinggal di Dartington Hall, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Denmark, Swiss, dan Jerman dari bulan Juni hingga pertengahan September 1930, lalu berlanjut hingga Uni Soviet.[39] Terakhir, pada bulan April 1932, Tagore — yang sebelumnya telah mengenal mistikus Persia terkenal, Hafez — diundang secara pribadi sebagai tamu kehormatan Shah Reza Pahlevi untuk mengunjungi Iran.[40][41] Sebagaimana seorang petualang, Tagore bisa bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang orang penting dan kenamaan, termasuk di antaranya Henri Bergson, Albert Einstein, Robert Frost, Thomas Mann, George Bernard Shaw, H.G. Wells and Romain Rolland.[42][43] Perjalanan terakhir Tagore tersiar dengan luas, termasuk saat mengunjungi Persia, Irak (di tahun 1932) dan Sri Lanka pada tahun 1933, menajamkan opini-opininya berkenaan dengan nasionalisme dan kemanusian.[44]
[sunting] Karya Sang Maestro
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Karya Sastra Rabindranath Tagore
Stempel dari kayu, "Ra-Tha" (dalam bahasa Bengali) Tagore sering menghiasi manuskripnya dengan lukisan/gambar-gambar buatannya sendiri. (Dyson 2001)
Reputasi Tagore di dunia sastra sangat menonjol terutama pada karya-karya puisinya, meskipun ia juga menulis novel, esai, cerita pendek, catatan perjalanan, cerita drama, dan ribuan lagu. Mengenai karya-karya prosa yang dihasilkan, cerita pendek adalah yang paling mendapatkan perhatian; tentu saja, ia tercatat sebagai orang yang merintis karya cerita pendek dalam Bahasa Bengali. Karya-karyanya sering menjadi perhatian karena irama yang unik, lirik-lirik yang mengandung pujian bagi alam semesta, serta lirik-lirik yang bernada optimis. Dan juga, banyak dari cerita yang ditulisnya diambil dari kehidupan sehari-hari yang sederhana — kehidupan manusia biasa.
[sunting] Novel dan Non Fiksi
Tagore menulis delapan novel dan empat novela, termasuk Chaturanga, Shesher Kobita, Char Odhay dan Noukadubi. Ghare Baire (The Home and the World) — melalui kacamata Nikhil seorang zamindar idealis — bercerita tentang kebangkitan nasionalisme di India, terorisme dan semangat keagamaan dalam gerakan Swadeshi; sebuah ungkapan jujur dari seorang Tagore atas apa yang berkecamuk dalam hatinya. Dan tentu saja, karya novel ini ditutup dengan kesuraman, pertentangan dan kekerasan antara sektarian Hindu-Islam, dan Nikhil terluka parah.[45] Gora mengambil tema yang sama, yang akhirnya menjadi sebuah kontroversi berkenaan dengan "Identitas India". Sebagaimana hal-nya dengan Ghare Baire, permasalahan tentang identitas diri (Jāti), kebebasan pribadi dan agama dikemas dalam sebuah cerita keluarga dengan bumbu cinta segitiga.[46] Karya lain yang tak kalah hebatnya adalah Yogayog (Nexus), dimana Kumudini sang pahlawan wanita terkoyak diantara konflik dalam diri maupun dari luar. Disini Tagore mencoba mencurahkan sisi feminin dalam dirinya, melalui kesedihan ia menggambarkan kesengsaraan dan kematian seorang wanita bengali yang terperangkap dalam kehamilan, kewajiban sebagai wanita serta kehormatan wanita; secara simultan ia mengungkapkan penolakan atas sistem oligarki di tanah Bengala.[47]
Tagore, foto ini diambil di Hampstead, Inggris pada tahun 1912 oleh John Rothenstein.
Karya-karya novel yang lainnya, menggambarkan suasana yang lebih menggembirakan: Shesher Kobita (diterjemahkan dua kali — Puisi Terakhir dan Lagu Perpisahan) banyak mengandung puisi dan rangkaian irama yang ditulis oleh karakter utamanya. Juga mengandung element satir — sindiran — bergaya post-modern yang kontroversial, dimana karakter pembantu dengan senang hati menyerang nilai-nilai lama, ketinggalan zaman, yang secara kebetulan, atas nama Rabindranath Tagore. Walaupun karya novel-nya adalah karya yang paling sedikit mendapat apresiasi diantara karya yang lainnya pada masa itu, pada masa kini malah mendapat perhatian untuk diangkat dan diadaptasi ke dalam karya film, oleh para sutradara seperti: Satyajit Ray. Diantara karya novel yang diangkat ke film, adalah Choker Bali dan Ghare Baire; banyak sountrack yang dipake dari film ini merupakan lagu-lagu yang diciptakan olehnya yang juga menciptakan aliran dalam berlagu yang dikenal dengan: rabindrasangit. Tagore juga banyak menghasilkan karya-karya non-fiksi, yang dalam penulisannya banyak mengambil topik dari Sejarah India hingga ilmu bahasa (Linguistik), dan juga termasuk karya otobiografi, catatan perjalanan, esai dan materi kuliah dan ceramah di berbagai belahan dunia yang kumpulkan dalam beberapa bagian, ikut didalamnya adalah Iurop Jatrir Patro (Surat dari Eropa) dan Manusher Dhormo (Agama Manusia).
[sunting] Musik dan Seni Rupa
"Gadis Menari", tak bertanggal, tinta dan kertas, oleh Rabindranath Tagore.
Tagore juga seorang musisi dan pelukis yang berbakat, yang telah mencipta dan menulis sekitar 2,230 lagu. Termasuk diantaranya rabindrasangit (Inggris: "Tagore Song"), yang mana kini telah menjadi bagian dalam kebudayaaan bangsa Bengali. Karya-karya musik Tagore, tidak dapat dipisahkan begitu saja dari karya sastranya, kebanyakan dari karya sastra tersebut menjadi lirik untuk lagu ciptaannya. Utamanya terpengaruh oleh gaya thumri, musik klasik dari Hindustani, mereka memainkan seluruh tangga nada dari emosi jiwa manusia, dimulai dari lagu-lagu pujian yang bergaya Brahmo, hingga komposisi yang bergaya erotis.[48] Karya musiknya mengemulasi gaya warna musik klasik india, raga; dimana pada saat yang bersamaan, lagu-lagunya cenderung menirukan melodi dan irama raga secara tepat, dia juga memasukkan berbagai unsur 'musik raga' dalam karya musiknya dalam mencipta karya musik yang penuh inovasi.[49] Tagore juga menjadi satu-satunya orang di dunia yang menulis dan menciptakan dua lagu kebangsaan bagi dua negara yang berbeda. Lagu kebangsaan India (Jana Gana Mana) dan Bangladesh (Amar Sonaar Baanglaa). Dan juga, rabindrasangit banyak mempengaruhi gaya dari beberapa musikus seperti, Vilayat Khan seorang maestro sitar, Buddhadev Dasgupta, seorang maestro sarod (alat musik tradisional india) dan juga komposer Amjad Ali Khan.[49]
Banyak karya-karya yang bergaya "primitif", termasuk karya ini, Topeng Malanggan dari New Ireland, Papua Nugini, pastel warna.
Pada usia enam belas tahun, Tagore mulai menggambar dan melukis; pameran-pameran lukisannya banyak menuai sukses — yang dimulai saat tampil dalam pameran di Paris atas desakan para seniman yang ditemui di Perancis bagian selatan[50] — dilangsungkan di seluruh daratan Eropa. Tagore — yang sepertinya penderita buta warna (protanopia), dalam kasus Tagore, kurang dalam melihat warna merah-hijau — melukis dengan gaya yang "nyeleneh" dalam keindahan dan pemilihan warna. Namun begitu, Tagore mencoba menggabungkan beberapa gaya dalam berkarya, termasuk karya pahat dari suku Malanggan di New Ireland, Papua Nugini, seni pahat dari orang-orang Haida di Kanada serta gaya ukiran kayu Max Pechstein.[51] Tagore juga memiliki cita rasa seni dengan memberi motif-motif sederhana dalam tulisan tangannya, menghiasi catatan kecilnya, memberi sentuhan tata-letak dalam naskahnya.
[sunting] Drama dan Teater
Pengalaman Tagore di dunia teater dimulai pada usia enambelas tahun, saat itu ia mendapatkan peran utama dalam karya adaptasi yang berjudul Molière's Le Bourgeois Gentilhomme yang merupakan arahan dari saudaranya sendirir, Jyotirindranath. Saat menginjak usia dua puluh tahun, ia menulis karya drama-opera yang pertama kali — Valmiki Pratibha (Sang Jenius, Walmiki) — yang menceritakan bagaimana seorang bandit Walmiki, memperbaiki hidupnya, mendapat anugerah dari Saraswati, dan menggubah Rāmāyana.[52] Kemudian, Tagore makin bersemangat menggali berbagai aspek dalam seni drama dan teater. Berbagai gaya, aliran dan emosi dalam sebuah seni drama dipelajari secara mendalam, termasuk dalam menggubah kirtans dan mengadaptasi musik-musik tradisional dari barat — utamanya dari Inggris dan Irlandia — untuk dipakai sebagai musik pengantar minum.[53] karya lain yang patut dicatat adalah Dak Ghar (Kantor Pos), yang menggambarkan bagaimana usaha seorang anak berusaha melepaskan dari batasan batasan yang keras dan kaku yang pada akhirnya "jatuh tertidur" (yang menggambarkan kematian badaniah). Cerita yang menjadi daya tarik dunia (mendapat sambutan hangat di Eropa), Dak Ghar berbagi dengan kematian, dalam bahasa Tagore, "kebebasan rohani" dari keduniawian dan simbol-simbol keyakinan.[54][55]
Karyanya yang lain — menekankan pada perpaduan antara alur dari lirik-lirik naskah dengan irama emosional yang begitu fokus pada inti dari ide dasar — tidak seperti drama dalam budaya Bengali sebelumnya. Karya-karyanya semata-mata hanya mengeluarkan pemikiran-pemikiran , dalam bahasa Tagore, "bermain dengan perasaan, yang tanpa aksi". Pada 1890 ia menulis Visarjan (Pengorbanan Suci), yang dikenal sebagai karya drama terbaiknya.[52] Menggunakan bahasa bengali asli termasuk sub-plot yang pelik dan monolog yang panjang. Belakangan karya dramanya bertemakan filosofi dan penuh kiasan; ini termasuk Dak Ghar. Yang lainnya adalah Chandalika (Gadis yang Tak Tersentuh), mengambil figur dari legenda Buddha kuno, menceritakan bagaimana Ananda, — murid dari Buddha Gautama — dalam mencari Gadis yang Tak Tersentuh.[56] Terakhir, diantara karya dramanya yang paling terkenal adalah, Raktakaravi (Oleander Merah), yang bercerita mengenai raja korup yang memperkaya diri dengan mengakui semua yang ada diwilayahnya adalah milik pribadi. Sang lakon wanita, Nandini menggalang kekuatan massa untuk menundukkan sang penguasa. Karya-karya yang lainnya adalah Chitrangada, Raja, dan Mayar Khela. Seni drama dan tari yang biasa disebut Sendratari, berdasarkan dari karya Tagore biasanya dikenal dengan istilah rabindra nritya natyas.
[sunting] Cerita Pendek
Karya Nandalall Bose yang merupakan ilustrasi dari karya cerpen Tagore yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris berjudul "The Hero", diterbitkan pada 1913 oleh Macmillan.
Masa empat tahun dari 1891 hingga 1895, dikenal sebagai periode "Sadhana" (salah satu nama majalah yang diterbitkan oleh Tagore). Pada masa ini merupakan masa paling produktif dalam berkarya, menghasilkan lebih dari setengah karya yang dikemas dalam tiga volume Galpaguchchha, yang merupakan kumpulan karya cerita, memuat delapan puluh empat karya.[4] Sebagaimana biasa ceritanya merupakan cerminan Tagore atas kehidupan dan lingkungannya, dituangkan dalam ide-ide modern dan potongan potongan cerita yang dirajut dalam pikiran sebagai sebuah cerita utuh dan mengesankan. Tagore umumnya menghubungkan satu cerita dengan cerita sebelumnya dengan kekuatan dari kegembiraan dan keriangan yang spontanitas; karakteristik ini terkoneksi dengan sangat baik sekali dengan kehidupan sehari hari Tagore di Patisar, Shajadpur dan Shilaidaha saat dia mengelola tanah milik keluarganya yang sangat luas.[4] Disana, ia melindungi kehidupan masyarakat miskin; dengan cara ini Tagore menganalisa kehidupan mereka dengan memasuki kehidupan mereka lebih dalam.[57] Dalam karya "The Fruitseller from Kabul", Tagore berbicara sebagai penduduk kota dan novelis yang juga menjadi pedagang dari Afganistan. Ia mencoba untuk menyelami rasa-memiliki oleh para penduduk urban di India yang lama terjebak dalam keduniawian dan dibatasi oleh kemelaratan, memberi impian dalam kehidupan yang lain di batasi oleh jarak dan kejamnya alam pegunungan: "Di suatu pagi di musim gugur, pada tahun ketika raja tua datang dan pergi untuk menaklukan; dan aku, yang tak pernah beranjak dari pojokan di Kolkata, membiarkan pikiranku mengembara ke seluruh dunia. Dalam setiap persinggahan di negara lain, hatiku tak pernah berubah... takkan jatuh tuk merajut jaringan mimpi: pegunungan, celah, hutan...".[58] Banyak cerita Galpaguchchha yang lainnya ditulis pada periode "Sabuj Patra" (1914-1917; juga merupakan nama majalah Tagore yang lainnya).[4]
Ilustrasi cerita dilukis oleh Asit Kumar Haldar ("The Beginning") sebuah karya prosa-puisi di terbitkan dalam "The Crescent Moon"
Golpoguchchho (Kumpulan cerita) merupakan kesusastraan fiksi Bengali yang paling populer, dijadikan sebagai subyek dalam banyak karya film dan seni teater yang meraih sukses. Film Charulata garapan Satyajit Ray, diangkat dari karya novela yang penuh kontroversi, Nastanirh (The Broken Nest). Dalam Atithi (yang juga diangkat ke film), seorang Brahmana muda belia, Tarapada, berbagi tumpangan perahu dengan seorang zamindar. Anak muda ini menyatakan bahwa dia dulu kabur dari rumah, dan kemudian mengembara berkeliling. Merasa kasihan zamindar tersebut kemudian mengadopsi secara mngejutkan, menjodohkan dengan anak gadisnya sendiri. Yang mana, pada malam sebelum acara pernikahan, Tarapada kabur dari rumah zamindar. Strir Patra ("The Letter from the Wife") mngisahkan akan emansipasi wanita, yang pada masa itu sangat jarang diangkat dalam kesusastraan Bengali. Sang tokoh wanita, Mrinal, istri dari seorang pria kalangan menengah yang menganut pola patriarki — ayah memiliki kekuasaan penuh dalam keluarga) menulis surat ketika ia melakukan perjalanan (bagian dari keseluruhan cerita). Yang menceritakan kekurangan dalam hidup dan perjuangannya; dia akhirnya mengambil keputusan untuk tidak kembali kepada suaminya, dengan sebuah pernyataan "Amio bachbo. Ei bachlum" ("And I shall live. Here, I live"). Dalam karya Haimanti, menggambarkan tentang perkawinan dalam Hindu yang penuh dengan kemalangan dan penderitaan dalam perkawinan wanita Bengali, "penyakit" bermuka dua dalam kehidupan kelas menengah di India, dan bagaimana Haimanti, seorang wanita muda yang sensitif, harus mengorbankan hidupnya. Di bangian akhir, Tagore menyerang secara langsung adat Hindu yang meng-agungkan Sita melakukan pengorbanan diri sebagai menentramkan keraguan dari suaminya, Rama. Tagore juga mengungkap ketegangan Hindu-Muslim dalam karya Musalmani Didi, yang dalam beragam cara pandang adalah pewujudan dari sari pati sisi kemanusian Tagore. Dalam karya yang lainnya, Darpaharan memamerkan kesadaran diri, bercerita tentang anak muda yang punya kemauan dan ambisi dalam dunia kesusastraan. Yang meskipun dia mencintai istrinya, ia berharap bisa meniti karir kesusastraannya.
[sunting] Puisi
Penyanyi lagu-lagu tradisional Bāul di Santiniketan dalam acara festival tahunan
Sajak dan puisi karya Tagore — sangat bervariasi dalam gaya, dari gaya klasik formal hingga gaya jenaka, penuh khayalan maupun riang gembira — meneruskan aliran yang didirikan pujangga Vaiṣṇava (|Bujangga Waisnawa) pada abad 15-16. Tagore juga mendapat pengaruh unsur kebatinan dari para Rsi-Pujangga — termasuk dari Vyasa — yang menulis Upanisad, Bhakta-Sufi mistik Kabir dan Pamprasad.[59] Malahan karya puisinya menjadi penuh inovasi dan dewasa setelah ia membongkar musik tradisional Bengali, termasuk lagu balada yang dinyanyikan oleh para penyanyi tradisional dari Bāul — khususnya penyair Lālan Śāh.[60][61] Ini — yang digali kembali dan kemudian dipopulerkan oleh Tagore — menyerupai kidung pujian Kartābhajā (populer di abad 19) yang menekankan pada Ketuhanan dan berontak pada keyakinan dan kehidupan sosial ortodok.[62][63] Pada masa menetap di Shelidah, karya puisinya menekankan pada kekuatan lirik, berbicara lewat maner manus (man within the heart) atau meditasi dalam jivan devata (Tuhan didalam jiwa). Figur ini kemudian membentuk hubungan dengan ketuhanan melalui permohonan kepada semesta alam dan keadaan emosional yang saling mempengaruhi dalam drama kehidupan umat manusia. Tagore menggunakan beberapa teknik dalam puisi Bhānusiṃha (yang menguraikan rentetan romantisme antara Radha dan Krishna), dimana ia berulangkali melakukan perbaikan-perbaikan melalui pembelajaran selama kurun waktu tujuh puluh tahun.[64][65] Belakangan, Tagore memberi respon atas kemunculan dari modernisasi dan realisme dalam kesusastraan Bengali dengan menulis karya eksperimental pada tahun 1930-an.[66] Contoh karyanya seperti: Africa and Camalia. Ia juga kadang menulis puisi memakai Shadu Bhasha (salah satu dialek bahasa sansekerta di Bengala); kemudian belakangan ia mulai menggunakan Cholti Bhasha (dialek yang lebih populer). Karya lain yang patut dicatat adalah Manasi, Sonar Tori (Golden Boat), Balaka (Wild Geese —judulnya merupakan metafora untuk perpindahan jiwa)[67], dan Purobi. Sonar Tori merupakan karya puisi yang paling terkenal.
“Tukang Kebun” - Rabindranath Tagore
Matamu yang mengandung tanya itu duka. Ia mencari-cari hendak mengetahui isi hatiku bagai bulan hendak menduga laut.
Telah kusingkapkan hidupku seluruhnya di muka matamu, tak ada lagi yang tersembunyi atau tertahan. Itulah sebabnya mengapa tak kau tahu aku.
Jika hidupku hanya sebuah permata, akan dapat kupecahkan jadi seratus keping dan kurangkai jadi seutas rantai untuk kukalungkan di lehermu.
Jika ia hanya sekuntum bunga, bundar dan kecil dan indah, akan dapat kupetik dari batangnya untuk kusematkan di rambutmu.
Tapi ia adalah hati, kekasihku. Di manakah pantai dan dasarnya?
Kau tak tahu batas-batas kerajaan ini, selama kau jadi ratunya.
Jika ia hanya sejenak kesenangan, ia akan mengembang jadi senyuman ringan, dan akan dapat kau lihat dan kau baca dalam sekejap.
Jika ia semata-mata hanya kepedihan, ia akan mencerna menjadi air mata bening mengaca, membiaskan rahasianya yang terdalam tanpa kata.
Tapi ia adalah cinta, kekasihku.
Kesenangan dan kepedihannya tak terbatas, dan tak ada akhirnya kepapaan dan kemewahannya.
Ia dekat padamu seperti hidupmu sendiri, tetapi kau tak pernah dapat mengetahuinya benar-benar.
Telah kusingkapkan hidupku seluruhnya di muka matamu, tak ada lagi yang tersembunyi atau tertahan. Itulah sebabnya mengapa tak kau tahu aku.
Jika hidupku hanya sebuah permata, akan dapat kupecahkan jadi seratus keping dan kurangkai jadi seutas rantai untuk kukalungkan di lehermu.
Jika ia hanya sekuntum bunga, bundar dan kecil dan indah, akan dapat kupetik dari batangnya untuk kusematkan di rambutmu.
Tapi ia adalah hati, kekasihku. Di manakah pantai dan dasarnya?
Kau tak tahu batas-batas kerajaan ini, selama kau jadi ratunya.
Jika ia hanya sejenak kesenangan, ia akan mengembang jadi senyuman ringan, dan akan dapat kau lihat dan kau baca dalam sekejap.
Jika ia semata-mata hanya kepedihan, ia akan mencerna menjadi air mata bening mengaca, membiaskan rahasianya yang terdalam tanpa kata.
Tapi ia adalah cinta, kekasihku.
Kesenangan dan kepedihannya tak terbatas, dan tak ada akhirnya kepapaan dan kemewahannya.
Ia dekat padamu seperti hidupmu sendiri, tetapi kau tak pernah dapat mengetahuinya benar-benar.
the Great "MeNTARI di UJUng LAUtan
mentari di ujung lautan
betulkah kamu akan melangit???
jika tidak jangan berkecil hati
kamu akan tetap menjadi kamu apa adanya
kalah menang itu relatif
menang aku bisa ke Jogja
menyaksikan hangatnya Muktamar IPM
menyambut piala kemenanganmu
kalah aku bisa lanjutkan cerita
menjadi bagian dari novel pendek impian
yang sedang kumpul bahan
jika Andrea Hirata kembali ke masa kecilnya
demi membuka inspirasi
sedang aku harus lebih banyak baca buku
cari wawasan agar tulisan bermutu
apapun hasilnya merupakan yang terbaik untuk disyukuri
lihatlah bagaimana dirimu didalamnya
yang sesungguhnyakah
ataukah sedang berpura-pura
betulkah kamu akan melangit???
jika tidak jangan berkecil hati
kamu akan tetap menjadi kamu apa adanya
kalah menang itu relatif
menang aku bisa ke Jogja
menyaksikan hangatnya Muktamar IPM
menyambut piala kemenanganmu
kalah aku bisa lanjutkan cerita
menjadi bagian dari novel pendek impian
yang sedang kumpul bahan
jika Andrea Hirata kembali ke masa kecilnya
demi membuka inspirasi
sedang aku harus lebih banyak baca buku
cari wawasan agar tulisan bermutu
apapun hasilnya merupakan yang terbaik untuk disyukuri
lihatlah bagaimana dirimu didalamnya
yang sesungguhnyakah
ataukah sedang berpura-pura
The Dreams
bukankah dia itu tampan, membuat terpesona? sebuah suara terdengar raib menggodaku. ya....benar sikap sok tampannya itulah yang tak wajar membuatku muak, dia pikir akulah yang tak pantas dicintai disesabkan parasku yang tak jelita, dia beanr-benar tak tahu menegnai diriku, jika ku mau kudapat mencari orang lain bukan malah mempersusah diri dengan terus memikirkannya tetapi ini takkan lama, tidak setelah aku paham tanpa sayap yang dicurinyapun aku dapat terbang kemanapun aku mau....aku memang tak merasakan cinta sebagaimana orang lain merasakannya sehingga dengan yakin dan peduli ia mau bersusah payah mengggapainya, sedang aku "satu hal yang sering aku sebut cinta" betapa memalukannya perasaan ini, cuma ini, belum tentu itu cukup untuk aku melakukan hal sama sebagaimana orang lain melakukannya. ach...perlahan aku sadar jika ada yang lebih aku lakukan sebaiknyalah mendapat perhatianku ketimbang mempersulit diri dengan keadaan seperti ini, tanpa merusak pagar yang aku dirikan dengan kokoh dulu. sebuah janji kecil yang mengaung diantara kesibukan remaja masa kini, melegakan hati tenpa harus merasa bersalah ataupun terluka "memarut kelapa dihari baraleknya. ini konyol, memang, ku akui ini memang benar, tetapi cukuplah melakukan sesuatu untuk seseorang yang namanya terlalu mendominasiku, tentang dua hal yang juga kuyakini kebenarannya. pertama kebosanan orang mendengar cerita piluku tentangnya. kedua daya tarik ceritaku yag bagai magnet membuat orang mampu memanfaatkannya sebaik mungkin, keduanya turut menjadi bukti nyata kekuranganku dalam bergaul, aku kalah. kalah dalam berteman, kalah dalam mencinta. sebuah kompilasi keren yang menunjukkan kekonyolan yang nyata. tanpa perlu diremehkan, apapun yang terjadi, asal pikiran tetap terjaga........cai yooooo.
malam semakin pekat keheningan bertaburan diseantero jagad, aku terengah mendapati diriku berjalan-jalan menyusuri lorong demi lorong, menembus kegelapan malam. aku yakin aku sedang bermimpi, bagaimana bisa disaat setenang ini ini aku dapat keluar tanpa larangan dari orang tua. aku berjalan begitu jauh, menjauhi perumahan mengitari pepohonan yang tampak semin melebar. langkahku semakin jelas ketika disana tepat diujung itu, sesosok cahaya menyerupai cahaya seperti hendak menungguku, kufikirkan apa itu bayangan yang terbawa kabut hutan, kudekati ia, aku tertegun melihat sisi wajahnya yang sama kukenal jelas, di tersenyum pahit melihatku terkejut dengan kehadirannya. aku coba bersuara, berharap mendapatkan sesuatu yang lebih baik ketimbang memandangi wajahnya yang sok peduli. dia tersenyum kembali menjawab pertanyaan yang belum sempat terlontar olehku, diapun berujar "kau tahu aku telah lama menunggumu" aku terdiam berharap ia berbohong, tak mungkin rasanya aku jatuh pingsan disaat begini, linglung mendengar kata-katanya yang semakin sok peduli. "kenapa" (tanyaku) senyumnya tak dapat lepas, pekat memandangi mataku, aku tak mau lengah kubalas tatapannya segarang mungkin dengan raut bertanya-tanya. akhirnyapun dia melunak " saat itu kau seperti orang sinting mengatakan isi hatimu, hampir aku dibuat tereglak olehmu" sebegitu tidak berartikah kata-kataku baginya? " yeah.." ucapku tak berminat membalasnya, saat itu aku memang sinting tepatnya dibuat mabuk oleh sakit kepala yang menderaku akhir-akhir ini. aku pusing bagaimana mengatasinya. biasanya jika hal itu terjadi, aku akan lebih tak terkendali, sering tak karuan dalam berbicara seperti biasa, kau tahu itu kan? padahal tanpa aku beri tahu isi hatiku kaupun tlah tahu dari bidadarimu yang terluka itu. (gumamku dlam hati). " aku harap kaku tak tersinggung dengan kata-kataku atau malah besar kepala" ucapku tegas. "jika itu benar kenapa aku harus tersinggung" "yeah, aku benar soal kau pintar mengejek" " och, baiklah..lagi pula itu sama sekali tk penting bagiku" "ya..ku tahu" timpalku melunak. "jika memang tak penting kenapa harus bertanya" sadarku. 'aku merasa ada sesuatu yang harus diperbaiki" "hah...sejak kapan kau punya kepedulian begitu, biasanya kau seperti pengecut yang terpana setelah ditembak, lalu tanpa berkata apa-apa kau meringis." " jangan menghinaku begitu" wajahnya mengeras menahan jengkel "well, aku berlebihan..." " kau membuatku bingung" "kutahu itu, bahkan lebih baik darimu" "sudahlah ku tak ingin bertengkar" "sepertinya aku setuju" selalu saja ada alasan tuk bertengkar denganmu"- ucapku berharap ada celah untuk mengetahui maksud kedatangannya. " apa aku amsih punya cukup waktu untuk berbicara?" tanyanya. bicaralah selama kau belum ingin pergi. "apa jawabanku atas say lv darimu itu penting?"............"aku muak karena ia terlalu pintar mengulur-ngulur waktu. kejelasan hanya orang bodoh yang tak mau memperjelas keadaan, dipendam sendiri, dia pikir dengan begitu keadaan menjadi lebih baik....???? " apa menurutmu aku perlu tahu?, jika ternyata kau menolakku dan aku telah tahu sebelum aku putuskan untuk mengatakannya padamu, och baiklah aku tak mau berbasa-basi, katakanlah...??? pintaku. bersambung...!!!!!!!!!!!!!!!
malam semakin pekat keheningan bertaburan diseantero jagad, aku terengah mendapati diriku berjalan-jalan menyusuri lorong demi lorong, menembus kegelapan malam. aku yakin aku sedang bermimpi, bagaimana bisa disaat setenang ini ini aku dapat keluar tanpa larangan dari orang tua. aku berjalan begitu jauh, menjauhi perumahan mengitari pepohonan yang tampak semin melebar. langkahku semakin jelas ketika disana tepat diujung itu, sesosok cahaya menyerupai cahaya seperti hendak menungguku, kufikirkan apa itu bayangan yang terbawa kabut hutan, kudekati ia, aku tertegun melihat sisi wajahnya yang sama kukenal jelas, di tersenyum pahit melihatku terkejut dengan kehadirannya. aku coba bersuara, berharap mendapatkan sesuatu yang lebih baik ketimbang memandangi wajahnya yang sok peduli. dia tersenyum kembali menjawab pertanyaan yang belum sempat terlontar olehku, diapun berujar "kau tahu aku telah lama menunggumu" aku terdiam berharap ia berbohong, tak mungkin rasanya aku jatuh pingsan disaat begini, linglung mendengar kata-katanya yang semakin sok peduli. "kenapa" (tanyaku) senyumnya tak dapat lepas, pekat memandangi mataku, aku tak mau lengah kubalas tatapannya segarang mungkin dengan raut bertanya-tanya. akhirnyapun dia melunak " saat itu kau seperti orang sinting mengatakan isi hatimu, hampir aku dibuat tereglak olehmu" sebegitu tidak berartikah kata-kataku baginya? " yeah.." ucapku tak berminat membalasnya, saat itu aku memang sinting tepatnya dibuat mabuk oleh sakit kepala yang menderaku akhir-akhir ini. aku pusing bagaimana mengatasinya. biasanya jika hal itu terjadi, aku akan lebih tak terkendali, sering tak karuan dalam berbicara seperti biasa, kau tahu itu kan? padahal tanpa aku beri tahu isi hatiku kaupun tlah tahu dari bidadarimu yang terluka itu. (gumamku dlam hati). " aku harap kaku tak tersinggung dengan kata-kataku atau malah besar kepala" ucapku tegas. "jika itu benar kenapa aku harus tersinggung" "yeah, aku benar soal kau pintar mengejek" " och, baiklah..lagi pula itu sama sekali tk penting bagiku" "ya..ku tahu" timpalku melunak. "jika memang tak penting kenapa harus bertanya" sadarku. 'aku merasa ada sesuatu yang harus diperbaiki" "hah...sejak kapan kau punya kepedulian begitu, biasanya kau seperti pengecut yang terpana setelah ditembak, lalu tanpa berkata apa-apa kau meringis." " jangan menghinaku begitu" wajahnya mengeras menahan jengkel "well, aku berlebihan..." " kau membuatku bingung" "kutahu itu, bahkan lebih baik darimu" "sudahlah ku tak ingin bertengkar" "sepertinya aku setuju" selalu saja ada alasan tuk bertengkar denganmu"- ucapku berharap ada celah untuk mengetahui maksud kedatangannya. " apa aku amsih punya cukup waktu untuk berbicara?" tanyanya. bicaralah selama kau belum ingin pergi. "apa jawabanku atas say lv darimu itu penting?"............"aku muak karena ia terlalu pintar mengulur-ngulur waktu. kejelasan hanya orang bodoh yang tak mau memperjelas keadaan, dipendam sendiri, dia pikir dengan begitu keadaan menjadi lebih baik....???? " apa menurutmu aku perlu tahu?, jika ternyata kau menolakku dan aku telah tahu sebelum aku putuskan untuk mengatakannya padamu, och baiklah aku tak mau berbasa-basi, katakanlah...??? pintaku. bersambung...!!!!!!!!!!!!!
kabut di danau singkarak
subuh-subuh sekali, disaat semua orang masih tertidur lelap, embun jatuh membelai rumput, langkah kaki diayunkan....demi sekeranjangh impian pagi ini, dengan melepas jauh kantuk, pergi menembus gelap, emnuju tiupan fatamorgana alam yang membingungkan, yaitu disaat orang tidur lelap dengan kampuhnya, sementara kita harus bergelut dinginnya malam.....demi dikau impian
kabut didanau singkarak, menyisakan kenangan bagiku, ketika dulu ia pergi menapaki daerah lain, demi impian ayah dna bunda, merantau....hanya dengan cara itulah menajajaki kemampuan diri setelah tergeser dari bangku pendidikan...ach, lalau apa bagi yang tak mamapu merantau..danau singkarak menunggu, bukan untuk menga akhiri hidup melainkan, mendanaulah...tangkok lauk bilih banyuak-banyuak muh ja...jua murah, capek alris eeemahhh.........hahahha
kabut didanau singkarak, menyisakan kenangan bagiku, ketika dulu ia pergi menapaki daerah lain, demi impian ayah dna bunda, merantau....hanya dengan cara itulah menajajaki kemampuan diri setelah tergeser dari bangku pendidikan...ach, lalau apa bagi yang tak mamapu merantau..danau singkarak menunggu, bukan untuk menga akhiri hidup melainkan, mendanaulah...tangkok lauk bilih banyuak-banyuak muh ja...jua murah, capek alris eeemahhh.........hahahha
Sekantong Impian
disini...bergaung kisah pilu modern, tentang bunga yang layu ditiup angin, patah diguyuri hujan lebat...putik yang baru saja tumbuh dari ujung tangkai lama kelamaan bangkit menjadi bungan baru nan indah. setelah bunga itu mekar, hidup makin tak enak, sebab tak mampu terbang bak kupu-kupu yang menyinggahinya hanya tuk menghisap madunya, diam...menunggu, hari-perhari berganti serangga menghinggapinya tanpa mampu mengelak. suatu hari ia terlelap dalam hari, ingin sekalui terbang laiknya kupu-kupu atau serangga bersayap yang hampir tiap hari terbang disisinya. terbang, kuingin terbang,,,,bagaimanapun aku ingin terbang, ia bersikeras.......dalam penantian itu ia selalu berdo'a agar mu'jizat turun padanya. tetapi alam jelas tak menghendaki ada bunga terbang ditubuhnya.....namun ia tetaplah berharapa.......agar Tuhan mengasihaninya.
Sejarah Pembangunan Sumur Zamzam
Hajar, ibunda Nabi Ismail adalah wanita yang pertama memakai minthaq (ikat pinggang berekor). Beliau memakainya dengan tujuan untuk menghilangkan jejaknya dari Sarah. Nabi Ibrahim membawa Hajar dan anaknya, Ismail yang masih dalam usia menyusu ke tempat yang agak tinggi di pinggir mesjid dekat Baitullah persisnya di atas Zamzam. Ketika itu di Mekah belum ada orang dan tidak ada air. Ibrahim menempatkan mereka berdua di sana dan meninggalkan sekantong kurma dan sekantong air untuk mereka. Nabi Ibrahim pergi meninggalkan mereka berdua. Tiba-tiba Hajar mengikutinya dan berkata, "Mau ke manakah engkau wahai Ibrahim? Kau tinggalkan kami di lembah yang tidak ada manusia dan tidak ada sesuatupun?" Pertanyaan itu terus diulang-ulang, tapi Ibrahim tidak menoleh dan tidak pula menjawab. Lalu Hajar bertanya, "Apakah Allah yang menyuruhmu berbuat demikian?" Ibrahim menjawab, "Ya." Hajar berkata, "Kalau memang begitu kami tidak keberatan."
Kemudian Hajar kembali dan Ibrahim meneruskan langkahnya, sampai di atas bukit, di mana keluarganya tidak dapat melihatnya lagi, beliau menghadap ke arah Baitullah, lalu mengangkat kedua tangannya seraya berdoa, "Ya Tuhan kami! Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami! semoga saja mereka tetap mendirikan salat, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."
Ibunda Ismail minum dari kantong air untuk menyusukan anaknya, sampai suatu ketika air itupun habis dan anaknya kehausan. Dia melihat anaknya dengan penuh cemas, lalu dia pergi meninggalkannya karena tidak tega melihatnya kehausan. Dia pergi menuju bukit terdekat, yaitu bukit Safa lalu berdiri di atasnya dan memandang ke arah lembah di sekelilingnya apakah ada orang? Ternyata tidak ada. Dia turun melewati lembah sampai ke bukit Marwah, dia berdiri di atasnya dan memandang apakah ada orang? Ternyata tidak ada. Dia melakukan demikian sebanyak tujuh kali.
Ketika berada di atas bukit Marwah dia mendengar ada suara, dia berkata kepada dirinya sendiri, "Diam!" Setelah diperhatikannya betul-betul ternyata memang dia mendengar suara, kemudian dia berkata, "Aku telah mendengar, apakah di sana ada air?" Tiba-tiba dia melihat ada seorang malaikat dekat sumur Zamzam. Dia mengorek-orek tanah sampai tampak ada air yang bersumber dari bawah, lalu ia menciduk dengan tangannya dan dimasukkan ke dalam tempat air, setelah diciduk air tersebut justru malah memancar. Dia minum air tersebut dan menyusukan putranya, Ismail, lalu malaikat tersebut berkata kepadanya, "Jangan takut terlantar, sesungguhnya di sinilah Baitullah yang akan dibangun oleh anak ini (Ismail) bersama ayahnya, dan sesungguhnya Allah tidak akan menerlantarkan kekasihnya." Tidak lama kemudian datanglah orang-orang dan mereka turun di lembah Makkah, mereka melihat burung yang menjijikkan dan mereka berkata, "Burung ini berputar-putar di sekitar air, kami yakin di lembah ini ada air," lalu mereka mengirim utusan, ternyata mereka mendapatkan air, mereka kembali dan memberitahukan kepada orang-orang yang mengutus mereka tentang adanya air, maka merekapun mendatanginya, dan meminta izin dari Ummu Ismail bahwa mereka akan mampir ke sana, diapun mempersilahkan dengan syarat bahwa mereka tidak berhak memiliki (sumber) air tersebut, merekapun setuju.
Penemuan Kembali Zamzam
Ketika Abdul Mutalib sedang tidur di Hijir Ismail, dia mendengar suara menyuruhnya menggali tanah. Dia bertanya, "Tanah yang mana?" Keesokan harinya ketika dia tidur di tempat yang sama dia mendengar lagi suara yang sama menyuruhnya menggali madhnuunah (yang berharga). Dia bertanya, "Benda berharga yang mana?" Lalu dia pergi, dan keesokan harinya ketika dia tidur di tempat yang sama di Hijir Ismail dia mendengar lagi suara yang sama menyuruhnya menggali thayibah (yang baik). Dia bertanya, " Benda yang baik yang mana?" Akhirnya pada hari yang keempat dikatakan kepadanya, "Galilah Zamzam!" Dia bertanya, "Apa itu Zamzam?" Dijawab, " Air yang tidak kering dan tidak meluap " Setelah itu Abdul Mutalib diberitahu tempatnya lalu dia bangun dan menggali tempat yang diberitahukan itu. Orang-orang Quraisy bertanya kepadanya, "Apa yang kamu kerjakan ini hai Abdul Mutalib?" Dia menjawab, "Aku diperintahkan menggali Zamzam." Setelah dia dan orang-orang Qurasiy melihat sebentuk rusa, merekapun yakin bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh Abdul Mutalib itu benar. Abdul Mutalib terus menggali hingga ketemu dua patung rusa yang terbuat dari emas, keduanya adalah rusa emas yang pernah dipendam oleh warga suku Jurhum ketika mereka diusir dari Mekah. Inilah sumur Ismail bin Ibrahim as. Dengan digalinya sumur Zamzam ini, sesuai yang ditunjukkan oleh Allah, maka wibawa Abdul Mutalib di mata kaumnyapun bertambah.
Hak cipta milik Kementerian Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan, kecuali untuk maksud-maksud penelitian dan dakwah
Isi situs tidak harus berarti mengekspresikan pendapat Kementerian Wakaf
Kemudian Hajar kembali dan Ibrahim meneruskan langkahnya, sampai di atas bukit, di mana keluarganya tidak dapat melihatnya lagi, beliau menghadap ke arah Baitullah, lalu mengangkat kedua tangannya seraya berdoa, "Ya Tuhan kami! Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami! semoga saja mereka tetap mendirikan salat, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur."
Ibunda Ismail minum dari kantong air untuk menyusukan anaknya, sampai suatu ketika air itupun habis dan anaknya kehausan. Dia melihat anaknya dengan penuh cemas, lalu dia pergi meninggalkannya karena tidak tega melihatnya kehausan. Dia pergi menuju bukit terdekat, yaitu bukit Safa lalu berdiri di atasnya dan memandang ke arah lembah di sekelilingnya apakah ada orang? Ternyata tidak ada. Dia turun melewati lembah sampai ke bukit Marwah, dia berdiri di atasnya dan memandang apakah ada orang? Ternyata tidak ada. Dia melakukan demikian sebanyak tujuh kali.
Ketika berada di atas bukit Marwah dia mendengar ada suara, dia berkata kepada dirinya sendiri, "Diam!" Setelah diperhatikannya betul-betul ternyata memang dia mendengar suara, kemudian dia berkata, "Aku telah mendengar, apakah di sana ada air?" Tiba-tiba dia melihat ada seorang malaikat dekat sumur Zamzam. Dia mengorek-orek tanah sampai tampak ada air yang bersumber dari bawah, lalu ia menciduk dengan tangannya dan dimasukkan ke dalam tempat air, setelah diciduk air tersebut justru malah memancar. Dia minum air tersebut dan menyusukan putranya, Ismail, lalu malaikat tersebut berkata kepadanya, "Jangan takut terlantar, sesungguhnya di sinilah Baitullah yang akan dibangun oleh anak ini (Ismail) bersama ayahnya, dan sesungguhnya Allah tidak akan menerlantarkan kekasihnya." Tidak lama kemudian datanglah orang-orang dan mereka turun di lembah Makkah, mereka melihat burung yang menjijikkan dan mereka berkata, "Burung ini berputar-putar di sekitar air, kami yakin di lembah ini ada air," lalu mereka mengirim utusan, ternyata mereka mendapatkan air, mereka kembali dan memberitahukan kepada orang-orang yang mengutus mereka tentang adanya air, maka merekapun mendatanginya, dan meminta izin dari Ummu Ismail bahwa mereka akan mampir ke sana, diapun mempersilahkan dengan syarat bahwa mereka tidak berhak memiliki (sumber) air tersebut, merekapun setuju.
Penemuan Kembali Zamzam
Ketika Abdul Mutalib sedang tidur di Hijir Ismail, dia mendengar suara menyuruhnya menggali tanah. Dia bertanya, "Tanah yang mana?" Keesokan harinya ketika dia tidur di tempat yang sama dia mendengar lagi suara yang sama menyuruhnya menggali madhnuunah (yang berharga). Dia bertanya, "Benda berharga yang mana?" Lalu dia pergi, dan keesokan harinya ketika dia tidur di tempat yang sama di Hijir Ismail dia mendengar lagi suara yang sama menyuruhnya menggali thayibah (yang baik). Dia bertanya, " Benda yang baik yang mana?" Akhirnya pada hari yang keempat dikatakan kepadanya, "Galilah Zamzam!" Dia bertanya, "Apa itu Zamzam?" Dijawab, " Air yang tidak kering dan tidak meluap " Setelah itu Abdul Mutalib diberitahu tempatnya lalu dia bangun dan menggali tempat yang diberitahukan itu. Orang-orang Quraisy bertanya kepadanya, "Apa yang kamu kerjakan ini hai Abdul Mutalib?" Dia menjawab, "Aku diperintahkan menggali Zamzam." Setelah dia dan orang-orang Qurasiy melihat sebentuk rusa, merekapun yakin bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh Abdul Mutalib itu benar. Abdul Mutalib terus menggali hingga ketemu dua patung rusa yang terbuat dari emas, keduanya adalah rusa emas yang pernah dipendam oleh warga suku Jurhum ketika mereka diusir dari Mekah. Inilah sumur Ismail bin Ibrahim as. Dengan digalinya sumur Zamzam ini, sesuai yang ditunjukkan oleh Allah, maka wibawa Abdul Mutalib di mata kaumnyapun bertambah.
Hak cipta milik Kementerian Urusan Keislaman, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan, kecuali untuk maksud-maksud penelitian dan dakwah
Isi situs tidak harus berarti mengekspresikan pendapat Kementerian Wakaf
WANITA SUFI ITU BERNAMA RABI'ATUL ADAWIYAH
Rabiah adalah salah satu tokoh sufi wanita pada zamannya,beliau dilahirkan di kota Basrah tahun 95 hijriyah,dan putri ke 4 dari seorang lelaki bernama,Ismail Adawiyah.Beliau hidup dalam kemiskinan dan lingkungan yang serba kurang bahkan ketika Rabiah lahir lampu untuk menerangi saat kelahirannyapun tidak ada. Rabiah yang lahir dalam keadaan miskin tapi kaya akan iman dan peribadatan kepada Allah. Ayahnya hanya seorang yang bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai Dijlah dengan menggunakan sampan. Pada akhir kurun pertama Hijrah, keadaan hidup masyarakat Islam dalam pemerintahan Bani Umaiyah yang sebelumnya terkenal dengan ketaqwaan mulai berubah. Pergaulan semakin bebas dan orang ramai berlomba-lomba mencari kekayaan. Sebab itu kejahatan dan maksiat tersebar luas.
Pekerjaan menyanyi, menari dan berhibur semakin diagung-agungkan. Maka ketajaman iman mulai tumpul dan zaman hidup wara’ serta zuhud hampir lenyap sama sekali. Namun begitu, Allah telah memelihara sebahagian kaum Muslimin agar tidak terjerumus ke dalam fitnah tersebut. Pada masa itulah muncul satu gerakan baru yang dinamakan Tasawuf Islami yang dipimpin oleh Hasan al-Bashri. Pengikutnya terdiri daripada lelaki dan wanita. Mereka menghabiskan waktu dan tenaga untuk mendidik jiwa dan rohani mengatasi segala tuntutan hawa nafu demi mendekatkan diri kepada Allah sebagai hamba yang benar-benar taat. Ayahanda Rabi’ah merupakan hamba yang sangat taat dan taqwa,hidup jauh dari kemewahan dunia dan tidak pernah berhenti bersyukur kepada Allah. Beliau mendidik anak perempuannya menjadi muslimah yang berjiwa bersih. Pendidikan yang diberikannya bersumberkan al-Quran semata-mata. Natijahnya Rabi’ah sendiri begitu gemar membaca dan menghayati isi al-Quran sehigga berhasil menghafal kandungan al-Quran.
Sejak kecil Rabi’ah sudah berjiwa halus, mempunyai keyakinan yang tinggi serta keimanan yang mendalam. Memasuki masa kedewasaannya, kehidupannya menjadi serba sempit,dan semakin sulit setelah beliau ditinggal ayah dan ibunya,dipanggil Allah. Dan ujian2 lain yang menguji keteguhan imannya,sampai dia sanggup,untuk menjadi
hamba sahaya dari seorang kaya raya pada zaman itu,dan ini terjadi karena penderitaan kemiskinan yang dideritanya.Cobaan demi cobaan dilalui Rabiah dalam menjalani hidupnya yang sarat akan penderitaan dan karena beliau pinter memainkan alat musik,maka majikannya semakin menjadikannya sumber mencari uang dengan keahlian yang dimiliki Rabiah.
Dalam keadaan hidup yang keras dan serba terkekang sebagai hamba sahaya,membuat Rabiah mendekatkan diri kepada Allah,dan selalu menyempatkan waktunya yang luang untuk terus bermohon kepada Allah,baik pagi maupun petang,malam dan siang. Amalannya tidak hanya sebatas berdoa saja tapi sepanjang hari dan sepanjang ada waktu dia senantiasa selalu berzikir dan berdoa,dan selalu melaksanakan amalan2 sunat lainnya dan saat melakukan sholat sepanjangn sholat airmatanya selalu membasahi sajadahnya,air mata kerinduan kepada Allah sang Khaliq yang di rinduinya.Ada riwayat yang mengatakan beliau telah terjebak dalam dunia maksiat. Namun dengan limpah hidayah Allah, dengan dasar keimanan yang kuat dan belum padam di hatinya, dia dipermudahkan oleh Allah untuk kembali bertaubat. Saat2 taubat inilah yang mungkin dapat menyadarkan serta mendorong hati bagaimana merasai cara berkomunikasi yang baik antara seorang hamba rabiah dengan sang Khaliq Allah swt dan selayaknya seorang hamba bergantung harapan kepada belas ihsan Rabbnya.
Kecintaan Rabiah kepada Allah mengalahkan hidup dan kecintaannya kepada dunia dan isinya,hari2 nya habis untuk berkomunikasi dengan Allah betapa dia merasa dirinya adalah milik Allah hingga ada beberapa pemuda ingin melamarnya di tolaknya dengan halus.
Beliau selalu berbicara dengan Allah seolah2 dekat sekali dengan Allah dengan bahasa2 yang indah dah doa2 yang sangat menusuk hati dan kata pujian seperti layaknya kerinduan seseorang kepada kekasih hatinya.Salah satu kata2 Rabiah ketika ber munajat sambil air matanya mengalir.
Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”
Ya Tuhanku!
Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu
supaya tiada suatupun yang dapat
memalingkan aku daripada-Mu.”
Rabiah banyak menolak lamaran yang datang kepada nya
dengan inilah alasannya: “Perkawinan itu memang perlu bagi siapa yang mempunyai pilihan. Adapun aku tiada mempunyai pilihan untuk diriku. Aku adalah milik Tuhanku dan di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai apa-apa pun.” Rabi’ah seolah-olah tidak mengenali yang lain daripada Allah. Oleh itu dia terus-menerus mencintai Allah semata- mata. Dia tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk mencapai keridhaan Allah. Rabi’ah telah mematikan akalnya, pemikirannya dan perasaannya hanya kepada akhirat semata-mata.
Selam 30 tahun selalu doa ini yang senantiasa di ulang2 ketiak dalam sholatnya “Ya Tuhanku!
Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu
supaya tiada suatupun yang dapat
memalingkan aku daripada-Mu.”
Antara syairnya yang masyhur berbunyi:
“Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”
Rabi’ah sangat luar biasa di dalam mencintai Allah. Dia menjadikan kecintaan pada Ilahi itu sebagai satu cara untuk membersihkan hati dan jiwa. Dia memulaikan pemahamannya tentang sufinya dengan menanamkan rasa takut dari murka Allah seperti yang pernah ungkapkannya dalam doa2nya
“Wahai Tuhanku!
Apakah Engkau akan membakar
dengan api hati yang mencintai-Mu
dan lisan yang menyebut- Mu dan
hamba yang takut kepada-Mu?”
Kecintaan Rabi’ah kepada Allah bukan karena pengharapan untuk beroleh syurga Allah semata-mata,tapi sudah menjadi kewajiban baginya
“Jika aku menyembah-Mu kerana takut daripada api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu kerana mengharap syurgaMu maka jauhkan aku dari syurgaMu ! Tetapi jika aku menyembah- Mu kerana kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.”
Begitulah keadaan kehidupan Rabi’ah yang ditakdirkan Allah untuk diuji dengan keimanan serta kecintaan kepada- Nya. Rabi’ah meninggal dunia pada 135 Hijrah yaitu ketika usianya menjangkau 80 tahun. Moga-moga Allah meridhanya, amin.
Untuk itu mari kita merenung adakah kita sadar akan sebuah hakikat yang ada di sebut dalam surat al Imran ayat 142” Apakah kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang yang sabar.”
Bagaimana perasaan kita apabila orang yang kita kasihi menyinggung perasaan kita? Adakah kita terus berkecil hati dan meletakkan kesalahan kepada orang tesrbut? Tidakkah terpikir oleh kita untu merasakan dalam hati dan berdoa“Ya Allah! Ampunilah aku. Sesungguhnya hanya Engkau yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya kasih-Mu yang abadi dan hanya hidup di sisi-Mu saja yang kekal. Selamatkanlah aku dari tipu daya yang mengasyikkan.”
Sesungguhnya hendaklah kecintaan kepada Allah benar2 dapat kita tanamkan kepada diri kita bukan hanya sekedar sholat dan puasa atau ibadah ritual lainnya tapi yakin kan diri semakin kita mengenal Allah dengan dekat maka semakin ingin kita bertemu dan akan ada kerinduan untuk bertemu sang Khaliq.
Pekerjaan menyanyi, menari dan berhibur semakin diagung-agungkan. Maka ketajaman iman mulai tumpul dan zaman hidup wara’ serta zuhud hampir lenyap sama sekali. Namun begitu, Allah telah memelihara sebahagian kaum Muslimin agar tidak terjerumus ke dalam fitnah tersebut. Pada masa itulah muncul satu gerakan baru yang dinamakan Tasawuf Islami yang dipimpin oleh Hasan al-Bashri. Pengikutnya terdiri daripada lelaki dan wanita. Mereka menghabiskan waktu dan tenaga untuk mendidik jiwa dan rohani mengatasi segala tuntutan hawa nafu demi mendekatkan diri kepada Allah sebagai hamba yang benar-benar taat. Ayahanda Rabi’ah merupakan hamba yang sangat taat dan taqwa,hidup jauh dari kemewahan dunia dan tidak pernah berhenti bersyukur kepada Allah. Beliau mendidik anak perempuannya menjadi muslimah yang berjiwa bersih. Pendidikan yang diberikannya bersumberkan al-Quran semata-mata. Natijahnya Rabi’ah sendiri begitu gemar membaca dan menghayati isi al-Quran sehigga berhasil menghafal kandungan al-Quran.
Sejak kecil Rabi’ah sudah berjiwa halus, mempunyai keyakinan yang tinggi serta keimanan yang mendalam. Memasuki masa kedewasaannya, kehidupannya menjadi serba sempit,dan semakin sulit setelah beliau ditinggal ayah dan ibunya,dipanggil Allah. Dan ujian2 lain yang menguji keteguhan imannya,sampai dia sanggup,untuk menjadi
hamba sahaya dari seorang kaya raya pada zaman itu,dan ini terjadi karena penderitaan kemiskinan yang dideritanya.Cobaan demi cobaan dilalui Rabiah dalam menjalani hidupnya yang sarat akan penderitaan dan karena beliau pinter memainkan alat musik,maka majikannya semakin menjadikannya sumber mencari uang dengan keahlian yang dimiliki Rabiah.
Dalam keadaan hidup yang keras dan serba terkekang sebagai hamba sahaya,membuat Rabiah mendekatkan diri kepada Allah,dan selalu menyempatkan waktunya yang luang untuk terus bermohon kepada Allah,baik pagi maupun petang,malam dan siang. Amalannya tidak hanya sebatas berdoa saja tapi sepanjang hari dan sepanjang ada waktu dia senantiasa selalu berzikir dan berdoa,dan selalu melaksanakan amalan2 sunat lainnya dan saat melakukan sholat sepanjangn sholat airmatanya selalu membasahi sajadahnya,air mata kerinduan kepada Allah sang Khaliq yang di rinduinya.Ada riwayat yang mengatakan beliau telah terjebak dalam dunia maksiat. Namun dengan limpah hidayah Allah, dengan dasar keimanan yang kuat dan belum padam di hatinya, dia dipermudahkan oleh Allah untuk kembali bertaubat. Saat2 taubat inilah yang mungkin dapat menyadarkan serta mendorong hati bagaimana merasai cara berkomunikasi yang baik antara seorang hamba rabiah dengan sang Khaliq Allah swt dan selayaknya seorang hamba bergantung harapan kepada belas ihsan Rabbnya.
Kecintaan Rabiah kepada Allah mengalahkan hidup dan kecintaannya kepada dunia dan isinya,hari2 nya habis untuk berkomunikasi dengan Allah betapa dia merasa dirinya adalah milik Allah hingga ada beberapa pemuda ingin melamarnya di tolaknya dengan halus.
Beliau selalu berbicara dengan Allah seolah2 dekat sekali dengan Allah dengan bahasa2 yang indah dah doa2 yang sangat menusuk hati dan kata pujian seperti layaknya kerinduan seseorang kepada kekasih hatinya.Salah satu kata2 Rabiah ketika ber munajat sambil air matanya mengalir.
Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”
Ya Tuhanku!
Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu
supaya tiada suatupun yang dapat
memalingkan aku daripada-Mu.”
Rabiah banyak menolak lamaran yang datang kepada nya
dengan inilah alasannya: “Perkawinan itu memang perlu bagi siapa yang mempunyai pilihan. Adapun aku tiada mempunyai pilihan untuk diriku. Aku adalah milik Tuhanku dan di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai apa-apa pun.” Rabi’ah seolah-olah tidak mengenali yang lain daripada Allah. Oleh itu dia terus-menerus mencintai Allah semata- mata. Dia tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk mencapai keridhaan Allah. Rabi’ah telah mematikan akalnya, pemikirannya dan perasaannya hanya kepada akhirat semata-mata.
Selam 30 tahun selalu doa ini yang senantiasa di ulang2 ketiak dalam sholatnya “Ya Tuhanku!
Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu
supaya tiada suatupun yang dapat
memalingkan aku daripada-Mu.”
Antara syairnya yang masyhur berbunyi:
“Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”
Rabi’ah sangat luar biasa di dalam mencintai Allah. Dia menjadikan kecintaan pada Ilahi itu sebagai satu cara untuk membersihkan hati dan jiwa. Dia memulaikan pemahamannya tentang sufinya dengan menanamkan rasa takut dari murka Allah seperti yang pernah ungkapkannya dalam doa2nya
“Wahai Tuhanku!
Apakah Engkau akan membakar
dengan api hati yang mencintai-Mu
dan lisan yang menyebut- Mu dan
hamba yang takut kepada-Mu?”
Kecintaan Rabi’ah kepada Allah bukan karena pengharapan untuk beroleh syurga Allah semata-mata,tapi sudah menjadi kewajiban baginya
“Jika aku menyembah-Mu kerana takut daripada api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu kerana mengharap syurgaMu maka jauhkan aku dari syurgaMu ! Tetapi jika aku menyembah- Mu kerana kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.”
Begitulah keadaan kehidupan Rabi’ah yang ditakdirkan Allah untuk diuji dengan keimanan serta kecintaan kepada- Nya. Rabi’ah meninggal dunia pada 135 Hijrah yaitu ketika usianya menjangkau 80 tahun. Moga-moga Allah meridhanya, amin.
Untuk itu mari kita merenung adakah kita sadar akan sebuah hakikat yang ada di sebut dalam surat al Imran ayat 142” Apakah kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang yang sabar.”
Bagaimana perasaan kita apabila orang yang kita kasihi menyinggung perasaan kita? Adakah kita terus berkecil hati dan meletakkan kesalahan kepada orang tesrbut? Tidakkah terpikir oleh kita untu merasakan dalam hati dan berdoa“Ya Allah! Ampunilah aku. Sesungguhnya hanya Engkau yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya kasih-Mu yang abadi dan hanya hidup di sisi-Mu saja yang kekal. Selamatkanlah aku dari tipu daya yang mengasyikkan.”
Sesungguhnya hendaklah kecintaan kepada Allah benar2 dapat kita tanamkan kepada diri kita bukan hanya sekedar sholat dan puasa atau ibadah ritual lainnya tapi yakin kan diri semakin kita mengenal Allah dengan dekat maka semakin ingin kita bertemu dan akan ada kerinduan untuk bertemu sang Khaliq.
WANITA SUFI ITU BERNAMA RABI'ATUL ADAWIYAH
Rabiah adalah salah satu tokoh sufi wanita pada zamannya,beliau dilahirkan di kota Basrah tahun 95 hijriyah,dan putri ke 4 dari seorang lelaki bernama,Ismail Adawiyah.Beliau hidup dalam kemiskinan dan lingkungan yang serba kurang bahkan ketika Rabiah lahir lampu untuk menerangi saat kelahirannyapun tidak ada. Rabiah yang lahir dalam keadaan miskin tapi kaya akan iman dan peribadatan kepada Allah. Ayahnya hanya seorang yang bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai Dijlah dengan menggunakan sampan. Pada akhir kurun pertama Hijrah, keadaan hidup masyarakat Islam dalam pemerintahan Bani Umaiyah yang sebelumnya terkenal dengan ketaqwaan mulai berubah. Pergaulan semakin bebas dan orang ramai berlomba-lomba mencari kekayaan. Sebab itu kejahatan dan maksiat tersebar luas.
Pekerjaan menyanyi, menari dan berhibur semakin diagung-agungkan. Maka ketajaman iman mulai tumpul dan zaman hidup wara’ serta zuhud hampir lenyap sama sekali. Namun begitu, Allah telah memelihara sebahagian kaum Muslimin agar tidak terjerumus ke dalam fitnah tersebut. Pada masa itulah muncul satu gerakan baru yang dinamakan Tasawuf Islami yang dipimpin oleh Hasan al-Bashri. Pengikutnya terdiri daripada lelaki dan wanita. Mereka menghabiskan waktu dan tenaga untuk mendidik jiwa dan rohani mengatasi segala tuntutan hawa nafu demi mendekatkan diri kepada Allah sebagai hamba yang benar-benar taat. Ayahanda Rabi’ah merupakan hamba yang sangat taat dan taqwa,hidup jauh dari kemewahan dunia dan tidak pernah berhenti bersyukur kepada Allah. Beliau mendidik anak perempuannya menjadi muslimah yang berjiwa bersih. Pendidikan yang diberikannya bersumberkan al-Quran semata-mata. Natijahnya Rabi’ah sendiri begitu gemar membaca dan menghayati isi al-Quran sehigga berhasil menghafal kandungan al-Quran.
Sejak kecil Rabi’ah sudah berjiwa halus, mempunyai keyakinan yang tinggi serta keimanan yang mendalam. Memasuki masa kedewasaannya, kehidupannya menjadi serba sempit,dan semakin sulit setelah beliau ditinggal ayah dan ibunya,dipanggil Allah. Dan ujian2 lain yang menguji keteguhan imannya,sampai dia sanggup,untuk menjadi
hamba sahaya dari seorang kaya raya pada zaman itu,dan ini terjadi karena penderitaan kemiskinan yang dideritanya.Cobaan demi cobaan dilalui Rabiah dalam menjalani hidupnya yang sarat akan penderitaan dan karena beliau pinter memainkan alat musik,maka majikannya semakin menjadikannya sumber mencari uang dengan keahlian yang dimiliki Rabiah.
Dalam keadaan hidup yang keras dan serba terkekang sebagai hamba sahaya,membuat Rabiah mendekatkan diri kepada Allah,dan selalu menyempatkan waktunya yang luang untuk terus bermohon kepada Allah,baik pagi maupun petang,malam dan siang. Amalannya tidak hanya sebatas berdoa saja tapi sepanjang hari dan sepanjang ada waktu dia senantiasa selalu berzikir dan berdoa,dan selalu melaksanakan amalan2 sunat lainnya dan saat melakukan sholat sepanjangn sholat airmatanya selalu membasahi sajadahnya,air mata kerinduan kepada Allah sang Khaliq yang di rinduinya.Ada riwayat yang mengatakan beliau telah terjebak dalam dunia maksiat. Namun dengan limpah hidayah Allah, dengan dasar keimanan yang kuat dan belum padam di hatinya, dia dipermudahkan oleh Allah untuk kembali bertaubat. Saat2 taubat inilah yang mungkin dapat menyadarkan serta mendorong hati bagaimana merasai cara berkomunikasi yang baik antara seorang hamba rabiah dengan sang Khaliq Allah swt dan selayaknya seorang hamba bergantung harapan kepada belas ihsan Rabbnya.
Kecintaan Rabiah kepada Allah mengalahkan hidup dan kecintaannya kepada dunia dan isinya,hari2 nya habis untuk berkomunikasi dengan Allah betapa dia merasa dirinya adalah milik Allah hingga ada beberapa pemuda ingin melamarnya di tolaknya dengan halus.
Beliau selalu berbicara dengan Allah seolah2 dekat sekali dengan Allah dengan bahasa2 yang indah dah doa2 yang sangat menusuk hati dan kata pujian seperti layaknya kerinduan seseorang kepada kekasih hatinya.Salah satu kata2 Rabiah ketika ber munajat sambil air matanya mengalir.
Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”
Ya Tuhanku!
Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu
supaya tiada suatupun yang dapat
memalingkan aku daripada-Mu.”
Rabiah banyak menolak lamaran yang datang kepada nya
dengan inilah alasannya: “Perkawinan itu memang perlu bagi siapa yang mempunyai pilihan. Adapun aku tiada mempunyai pilihan untuk diriku. Aku adalah milik Tuhanku dan di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai apa-apa pun.” Rabi’ah seolah-olah tidak mengenali yang lain daripada Allah. Oleh itu dia terus-menerus mencintai Allah semata- mata. Dia tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk mencapai keridhaan Allah. Rabi’ah telah mematikan akalnya, pemikirannya dan perasaannya hanya kepada akhirat semata-mata.
Selam 30 tahun selalu doa ini yang senantiasa di ulang2 ketiak dalam sholatnya “Ya Tuhanku!
Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu
supaya tiada suatupun yang dapat
memalingkan aku daripada-Mu.”
Antara syairnya yang masyhur berbunyi:
“Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”
Rabi’ah sangat luar biasa di dalam mencintai Allah. Dia menjadikan kecintaan pada Ilahi itu sebagai satu cara untuk membersihkan hati dan jiwa. Dia memulaikan pemahamannya tentang sufinya dengan menanamkan rasa takut dari murka Allah seperti yang pernah ungkapkannya dalam doa2nya
“Wahai Tuhanku!
Apakah Engkau akan membakar
dengan api hati yang mencintai-Mu
dan lisan yang menyebut- Mu dan
hamba yang takut kepada-Mu?”
Kecintaan Rabi’ah kepada Allah bukan karena pengharapan untuk beroleh syurga Allah semata-mata,tapi sudah menjadi kewajiban baginya
“Jika aku menyembah-Mu kerana takut daripada api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu kerana mengharap syurgaMu maka jauhkan aku dari syurgaMu ! Tetapi jika aku menyembah- Mu kerana kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.”
Begitulah keadaan kehidupan Rabi’ah yang ditakdirkan Allah untuk diuji dengan keimanan serta kecintaan kepada- Nya. Rabi’ah meninggal dunia pada 135 Hijrah yaitu ketika usianya menjangkau 80 tahun. Moga-moga Allah meridhanya, amin.
Untuk itu mari kita merenung adakah kita sadar akan sebuah hakikat yang ada di sebut dalam surat al Imran ayat 142” Apakah kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang yang sabar.”
Bagaimana perasaan kita apabila orang yang kita kasihi menyinggung perasaan kita? Adakah kita terus berkecil hati dan meletakkan kesalahan kepada orang tesrbut? Tidakkah terpikir oleh kita untu merasakan dalam hati dan berdoa“Ya Allah! Ampunilah aku. Sesungguhnya hanya Engkau yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya kasih-Mu yang abadi dan hanya hidup di sisi-Mu saja yang kekal. Selamatkanlah aku dari tipu daya yang mengasyikkan.”
Sesungguhnya hendaklah kecintaan kepada Allah benar2 dapat kita tanamkan kepada diri kita bukan hanya sekedar sholat dan puasa atau ibadah ritual lainnya tapi yakin kan diri semakin kita mengenal Allah dengan dekat maka semakin ingin kita bertemu dan akan ada kerinduan untuk bertemu sang Khaliq.
Pekerjaan menyanyi, menari dan berhibur semakin diagung-agungkan. Maka ketajaman iman mulai tumpul dan zaman hidup wara’ serta zuhud hampir lenyap sama sekali. Namun begitu, Allah telah memelihara sebahagian kaum Muslimin agar tidak terjerumus ke dalam fitnah tersebut. Pada masa itulah muncul satu gerakan baru yang dinamakan Tasawuf Islami yang dipimpin oleh Hasan al-Bashri. Pengikutnya terdiri daripada lelaki dan wanita. Mereka menghabiskan waktu dan tenaga untuk mendidik jiwa dan rohani mengatasi segala tuntutan hawa nafu demi mendekatkan diri kepada Allah sebagai hamba yang benar-benar taat. Ayahanda Rabi’ah merupakan hamba yang sangat taat dan taqwa,hidup jauh dari kemewahan dunia dan tidak pernah berhenti bersyukur kepada Allah. Beliau mendidik anak perempuannya menjadi muslimah yang berjiwa bersih. Pendidikan yang diberikannya bersumberkan al-Quran semata-mata. Natijahnya Rabi’ah sendiri begitu gemar membaca dan menghayati isi al-Quran sehigga berhasil menghafal kandungan al-Quran.
Sejak kecil Rabi’ah sudah berjiwa halus, mempunyai keyakinan yang tinggi serta keimanan yang mendalam. Memasuki masa kedewasaannya, kehidupannya menjadi serba sempit,dan semakin sulit setelah beliau ditinggal ayah dan ibunya,dipanggil Allah. Dan ujian2 lain yang menguji keteguhan imannya,sampai dia sanggup,untuk menjadi
hamba sahaya dari seorang kaya raya pada zaman itu,dan ini terjadi karena penderitaan kemiskinan yang dideritanya.Cobaan demi cobaan dilalui Rabiah dalam menjalani hidupnya yang sarat akan penderitaan dan karena beliau pinter memainkan alat musik,maka majikannya semakin menjadikannya sumber mencari uang dengan keahlian yang dimiliki Rabiah.
Dalam keadaan hidup yang keras dan serba terkekang sebagai hamba sahaya,membuat Rabiah mendekatkan diri kepada Allah,dan selalu menyempatkan waktunya yang luang untuk terus bermohon kepada Allah,baik pagi maupun petang,malam dan siang. Amalannya tidak hanya sebatas berdoa saja tapi sepanjang hari dan sepanjang ada waktu dia senantiasa selalu berzikir dan berdoa,dan selalu melaksanakan amalan2 sunat lainnya dan saat melakukan sholat sepanjangn sholat airmatanya selalu membasahi sajadahnya,air mata kerinduan kepada Allah sang Khaliq yang di rinduinya.Ada riwayat yang mengatakan beliau telah terjebak dalam dunia maksiat. Namun dengan limpah hidayah Allah, dengan dasar keimanan yang kuat dan belum padam di hatinya, dia dipermudahkan oleh Allah untuk kembali bertaubat. Saat2 taubat inilah yang mungkin dapat menyadarkan serta mendorong hati bagaimana merasai cara berkomunikasi yang baik antara seorang hamba rabiah dengan sang Khaliq Allah swt dan selayaknya seorang hamba bergantung harapan kepada belas ihsan Rabbnya.
Kecintaan Rabiah kepada Allah mengalahkan hidup dan kecintaannya kepada dunia dan isinya,hari2 nya habis untuk berkomunikasi dengan Allah betapa dia merasa dirinya adalah milik Allah hingga ada beberapa pemuda ingin melamarnya di tolaknya dengan halus.
Beliau selalu berbicara dengan Allah seolah2 dekat sekali dengan Allah dengan bahasa2 yang indah dah doa2 yang sangat menusuk hati dan kata pujian seperti layaknya kerinduan seseorang kepada kekasih hatinya.Salah satu kata2 Rabiah ketika ber munajat sambil air matanya mengalir.
Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”
Ya Tuhanku!
Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu
supaya tiada suatupun yang dapat
memalingkan aku daripada-Mu.”
Rabiah banyak menolak lamaran yang datang kepada nya
dengan inilah alasannya: “Perkawinan itu memang perlu bagi siapa yang mempunyai pilihan. Adapun aku tiada mempunyai pilihan untuk diriku. Aku adalah milik Tuhanku dan di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai apa-apa pun.” Rabi’ah seolah-olah tidak mengenali yang lain daripada Allah. Oleh itu dia terus-menerus mencintai Allah semata- mata. Dia tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk mencapai keridhaan Allah. Rabi’ah telah mematikan akalnya, pemikirannya dan perasaannya hanya kepada akhirat semata-mata.
Selam 30 tahun selalu doa ini yang senantiasa di ulang2 ketiak dalam sholatnya “Ya Tuhanku!
Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu
supaya tiada suatupun yang dapat
memalingkan aku daripada-Mu.”
Antara syairnya yang masyhur berbunyi:
“Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”
Rabi’ah sangat luar biasa di dalam mencintai Allah. Dia menjadikan kecintaan pada Ilahi itu sebagai satu cara untuk membersihkan hati dan jiwa. Dia memulaikan pemahamannya tentang sufinya dengan menanamkan rasa takut dari murka Allah seperti yang pernah ungkapkannya dalam doa2nya
“Wahai Tuhanku!
Apakah Engkau akan membakar
dengan api hati yang mencintai-Mu
dan lisan yang menyebut- Mu dan
hamba yang takut kepada-Mu?”
Kecintaan Rabi’ah kepada Allah bukan karena pengharapan untuk beroleh syurga Allah semata-mata,tapi sudah menjadi kewajiban baginya
“Jika aku menyembah-Mu kerana takut daripada api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu kerana mengharap syurgaMu maka jauhkan aku dari syurgaMu ! Tetapi jika aku menyembah- Mu kerana kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.”
Begitulah keadaan kehidupan Rabi’ah yang ditakdirkan Allah untuk diuji dengan keimanan serta kecintaan kepada- Nya. Rabi’ah meninggal dunia pada 135 Hijrah yaitu ketika usianya menjangkau 80 tahun. Moga-moga Allah meridhanya, amin.
Untuk itu mari kita merenung adakah kita sadar akan sebuah hakikat yang ada di sebut dalam surat al Imran ayat 142” Apakah kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang yang sabar.”
Bagaimana perasaan kita apabila orang yang kita kasihi menyinggung perasaan kita? Adakah kita terus berkecil hati dan meletakkan kesalahan kepada orang tesrbut? Tidakkah terpikir oleh kita untu merasakan dalam hati dan berdoa“Ya Allah! Ampunilah aku. Sesungguhnya hanya Engkau yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya kasih-Mu yang abadi dan hanya hidup di sisi-Mu saja yang kekal. Selamatkanlah aku dari tipu daya yang mengasyikkan.”
Sesungguhnya hendaklah kecintaan kepada Allah benar2 dapat kita tanamkan kepada diri kita bukan hanya sekedar sholat dan puasa atau ibadah ritual lainnya tapi yakin kan diri semakin kita mengenal Allah dengan dekat maka semakin ingin kita bertemu dan akan ada kerinduan untuk bertemu sang Khaliq.
Kata Cinta. ( Mahabbah - Rabiatul Adawiyah / Sufi ) 18 April 2009
Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.
Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.
Ada 2 titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua tu,” Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu sahaja.”
Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.
Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.
Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.
Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.
Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.
Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.
Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.
Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.
Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.
Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.
Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.
Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.
Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.
Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !
Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.
Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka
Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.
Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya
Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.
Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.
Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.
Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.
Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.
Ada 2 titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua tu,” Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu sahaja.”
Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.
Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.
Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.
Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.
Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.
Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.
Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.
Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.
Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.
Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.
Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.
Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.
Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.
Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !
Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.
Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka
Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.
Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya
Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.
Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.
Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.
Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.
Rabi'ah Al-Adawiyah "Mahabbahtullah"
Mampukah kita menjejaki langkah srikandi cinta ini...
Rabi’ah Al-Adawiyah,Adalah Seorang Ahli Sufi Wanita Yang Cukup Zuhud Dalam Hidupnya.Suatu Hari Datanglah Tiga Orang Lelaki Yang Ingin Melamarnya Sebagai Isteri.Mereka Itu Hasan Bisri, Malik Bin Dinar,Dan Tsabit Al-Benany.
“Rabi’ah, Pilihlah Satu Di Antara Kami Sebagai Suamimu, Kerana Kahwin Itu Adalah Sunnah Rasul,”Kata Mereka.
Rabi’ah Al-Adawiyah,Adalah Seorang Ahli Sufi Wanita Yang Cukup Zuhud Dalam Hidupnya.Sutu Hari Datanglah Tiga Orang Lelaki Yang Ingin Melamarnya Sebagai Isteri.Mereka Itu Hasan Bisri,Malik Bin Dinar,Dan Tsabit Al-Benany. “Rabi’ah,Pilihlah Satu Di Antara Kami Sebagai Suamimu,Kerana Kahwin Itu Adalah Sunnah Rasul,”Kata Mereka.
Tanpa Menjawab Ya Atau Tidak,Rabi’ah Hanya Menyatakan Beberapa Permasalahan Dirnya. “Siapa Yang Boleh Memecahkan Permasalahan Itu Dialah Calon Suami Saya,”
Kepada Hasan,Rabi’ah Bertanya: “Apa Yang Anda Jawab Bila Ada Seseorang Berkata Bahawa Nanti Di Hari Perjanjian Saya Tidak Peduli Terhadap Orang-Orang Yang Masuk Neraka Dan Tiada Peduli Terhadap Orang-Orang Yang Masuk Syurga.Termasuk Kelompok Manakah Saya Nanti?”
Mendengar Pertanyaan Itu Hasan Hanya Boleh Menjawab: “Saya Tidak Tahu”
Rabi’ah Lalu Bertanya Lagi: “ Malaikat Telah Membentuk Aku Sewaktu Aku Di Dalam Kandungan. Apakah Aku Menjadi Orang Yang Berbahagia Atau Orang Yang Sengsara?”
“Saya Tidak Tahu,”Jawab Hasan Lagi.
Kembali Rabi’ah Mengajukan Pertanyaan Lagi Kepadayang Melamarnya Itu. “Bila Ada Orang Berkata Kepada Seseoran Agar Jangan Takut Dan Jangan Bersedih,Sementara Kepada Yang Lain Ia Mengatakan Mereka Tidak Berhak Untuk Bergembira,Maka Termasuk Kelompok Manakah Aku Ini?”
Hasan Menjawab Lagi: “Tidak Tahu.”
Maka Rabi’ah Melanjutkan Pertanyaan Lagi: “Kuburan Boleh Menjadi Taman Syurga Dan Boleh Menjadi Liang Masuk Neraka. Bagaimana Kuburan Saya Nanti?”
Menjawablah Hasan Seperti Jawapan Sebelumnya: “Saya Tidak Tahu.”
Belum Puas Dengan Pertanyaan Yang Telah Diajukan,Rabi’ah Mengajukan Pertanyaan Lagi Kepada Hasan: “Pada Suatu Hari Ada Wajah-Wajah Yang Putih,Dan Ada Pula Wajah Yang Hitam.Bagaimana Wajah Saya Nanti?”
“Tidak Tahu,”Jawab Hasan Pula.
Kembali Rabi’ah Al-Adawiyah Mengajukan Pertanyaan Walaupun Orang Yang Ditanyai Selalu Menjawab Dengan Perkataan “Saya Tidak Tahu.
”Bila Hari Qiamat Ada Orang Berseru Bahawa Ketahuilah Si Fulan Telah Mendapatkan Kebahagiaan Dan Si Fulan Bin Fulan Sangat Sengsara.Maka Termasuk Golongan Mana Aku Ini,” Tanya Rabi’ah.
“Saya Tidak Tahu.”Jawab Hasan Bisri Untuk Kesekian Kalinya.
Mendengar Serentetan Pertanyaan Rabi’ah Al-Adawiyah Yang Mengandungi Hikmat Itu, Menangislah Ketiga-Tiga Lelaki Yang Cuba Melamarnya Itu Lalu Meninggalkannya
Rabi’ah Al-Adawiyah,Adalah Seorang Ahli Sufi Wanita Yang Cukup Zuhud Dalam Hidupnya.Suatu Hari Datanglah Tiga Orang Lelaki Yang Ingin Melamarnya Sebagai Isteri.Mereka Itu Hasan Bisri, Malik Bin Dinar,Dan Tsabit Al-Benany.
“Rabi’ah, Pilihlah Satu Di Antara Kami Sebagai Suamimu, Kerana Kahwin Itu Adalah Sunnah Rasul,”Kata Mereka.
Rabi’ah Al-Adawiyah,Adalah Seorang Ahli Sufi Wanita Yang Cukup Zuhud Dalam Hidupnya.Sutu Hari Datanglah Tiga Orang Lelaki Yang Ingin Melamarnya Sebagai Isteri.Mereka Itu Hasan Bisri,Malik Bin Dinar,Dan Tsabit Al-Benany. “Rabi’ah,Pilihlah Satu Di Antara Kami Sebagai Suamimu,Kerana Kahwin Itu Adalah Sunnah Rasul,”Kata Mereka.
Tanpa Menjawab Ya Atau Tidak,Rabi’ah Hanya Menyatakan Beberapa Permasalahan Dirnya. “Siapa Yang Boleh Memecahkan Permasalahan Itu Dialah Calon Suami Saya,”
Kepada Hasan,Rabi’ah Bertanya: “Apa Yang Anda Jawab Bila Ada Seseorang Berkata Bahawa Nanti Di Hari Perjanjian Saya Tidak Peduli Terhadap Orang-Orang Yang Masuk Neraka Dan Tiada Peduli Terhadap Orang-Orang Yang Masuk Syurga.Termasuk Kelompok Manakah Saya Nanti?”
Mendengar Pertanyaan Itu Hasan Hanya Boleh Menjawab: “Saya Tidak Tahu”
Rabi’ah Lalu Bertanya Lagi: “ Malaikat Telah Membentuk Aku Sewaktu Aku Di Dalam Kandungan. Apakah Aku Menjadi Orang Yang Berbahagia Atau Orang Yang Sengsara?”
“Saya Tidak Tahu,”Jawab Hasan Lagi.
Kembali Rabi’ah Mengajukan Pertanyaan Lagi Kepadayang Melamarnya Itu. “Bila Ada Orang Berkata Kepada Seseoran Agar Jangan Takut Dan Jangan Bersedih,Sementara Kepada Yang Lain Ia Mengatakan Mereka Tidak Berhak Untuk Bergembira,Maka Termasuk Kelompok Manakah Aku Ini?”
Hasan Menjawab Lagi: “Tidak Tahu.”
Maka Rabi’ah Melanjutkan Pertanyaan Lagi: “Kuburan Boleh Menjadi Taman Syurga Dan Boleh Menjadi Liang Masuk Neraka. Bagaimana Kuburan Saya Nanti?”
Menjawablah Hasan Seperti Jawapan Sebelumnya: “Saya Tidak Tahu.”
Belum Puas Dengan Pertanyaan Yang Telah Diajukan,Rabi’ah Mengajukan Pertanyaan Lagi Kepada Hasan: “Pada Suatu Hari Ada Wajah-Wajah Yang Putih,Dan Ada Pula Wajah Yang Hitam.Bagaimana Wajah Saya Nanti?”
“Tidak Tahu,”Jawab Hasan Pula.
Kembali Rabi’ah Al-Adawiyah Mengajukan Pertanyaan Walaupun Orang Yang Ditanyai Selalu Menjawab Dengan Perkataan “Saya Tidak Tahu.
”Bila Hari Qiamat Ada Orang Berseru Bahawa Ketahuilah Si Fulan Telah Mendapatkan Kebahagiaan Dan Si Fulan Bin Fulan Sangat Sengsara.Maka Termasuk Golongan Mana Aku Ini,” Tanya Rabi’ah.
“Saya Tidak Tahu.”Jawab Hasan Bisri Untuk Kesekian Kalinya.
Mendengar Serentetan Pertanyaan Rabi’ah Al-Adawiyah Yang Mengandungi Hikmat Itu, Menangislah Ketiga-Tiga Lelaki Yang Cuba Melamarnya Itu Lalu Meninggalkannya
Langganan:
Postingan (Atom)